Organisasi-organisasi keagamaan di Singapura diminta untuk lebih mewaspadai terkait penyerangan rumah-rumah ibadah. Himbauan tersebut disampaikan setelah seorang remaja putra berusia 16 tahun ditangkap karena berencana menyerang dua masjid.
ABG itu terinspirasi oleh pelaku penembakan brutal di masjid Selandia Baru tahun 2019 lalu.
Seperti dilansir Channel News Asia, Kamis (28/1/2021), Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam, meminta badan pemerintahan terkait -Departemen Keamanan Dalam Negeri (ISD) dan Kementerian Kebudayaan, Komunitas dan Pemuda (MCCY) - untuk memperingatkan organisasi-organisasi keagamaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya telah meminta ISD dan MCCY untuk melibatkan organisasi keagamaan agar lebih waspada, lintas agama yang berbeda," ungkap Shanmugam kepada wartawan setempat.
"Saran telah diterbitkan untuk organisasi keagamaan, memperkuat kesiapan menghadapi krisis untuk lebih waspada," imbuhnya.
Setelah ditangkap, remaja yang tidak disebutkan namanya itu mengaku telah meradikalisasi dirinya sendiri. Remaja itu disebut kerap menonton video propaganda Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) hingga sampai pada kesimpulan yang salah bahwa ISIS mewakili Islam, dan bahwa Islam meminta pengikutnya untuk membunuh kafir.
ISD menambahkan bahwa remaja itu juga terpengaruh oleh tindakan serta manifesto Brenton Tarrant, pelaku penembakan brutal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru pada tahun 2019.
ISD menyebut remaja itu berencana menyerang dua masjid di area Woodlands pada 15 Maret tahun ini, yang merupakan peringatan tragedi penembakan massal di Christchurch. Remaja yang menganut Kristen Protestan dan merupakan keturunan India ini ditahan sejak Desember 2020 di bawah Undang-undangan Keamanan Dalam Negeri (ISA).
Libatkan Seluruh Komunitas Agama
Untuk menangkal berbagai serangan radikalisme yang mengancam keamanan negaranya, Shamugam menyatakan bahwa pemerintah telah melibatkan seluruh komunitas keagamaan secara rutin.
"Kita terus berhubungan, kita berbicara dengan mereka soal semuanya yang terjadi di dunia, dan betapa Singapura itu berharga dan bagaimana kerukunan dan keselarasan beragama dan ras di sini harus dipertahankan," ungkapnya.
Dewan Agama Islam Singapura (MUIS) dalam pernyataan terpisah berupaya mengingatkan masyarakat bahwa kasus itu merupakan insiden terisolasi. "Kita beruntung badan keamanan kita mampu mendeteksinya lebih awal," sebut MUIS dalam pernyataannya.
"Institusi keagamaan kami juga mempersiapkan skenario semacam itu di bawah SG Secure Framework dan program Kesiapan Krisis untuk Organisasi Keagamaan (CPRO)," imbuh pernyataan itu.
Namun demikian, MUIS mengakui pihaknya merasa 'prihatin dan sedih' mengetahui kasus itu.
"Ini adalah pengingat suram akan selalu adanya ancaman radikalisasi online, dan bersama dengan media sosial menyebar di seluruh kehidupan kita, itu membawa bahaya ideologi ekstremis ke rumah kita," sebut MUIS. "Kita semua secara khusus sangat khawatir pada generasi muda kita," imbuhnya.
(izt/ita)