Debat calon presiden (capres) Amerika Serikat (AS) pertama antara Presiden Donald Trump dan penantangnya, Joe Biden, dari Partai Demokrat membuat warga AS memberikan reaksi beragam. Ada yang menyebutnya 'menyedihkan' hingga ada yang menyebutnya seperti 'anak-anak di halaman sekolah'.
"Saya sedih. Itu menyedihkan dan sangat menyedihkan," sebut seorang warga Las Vegas, Rickey Hampton (54), seperti dilansir Associated Press, Kamis (1/10/2020).
Wawancara dengan para pemilih di negara bagian yang menjadi kunci perebutan suara dalam pemilihan presiden (pilpres) nanti, menunjukkan bahwa warga yang menonton debat capres pada 29 September itu merasa muak. Kebanyakan menyebut Trump sebagai penghasut, yang terus menginterupsi Biden dan melanggar aturan yang telah ditetapkan dalam debat yang seharusnya membahas kebijakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak ada yang menyatakan bahwa debat itu membuat mereka berubah pikiran soal capres yang akan mereka pilih dalam pilpres 3 November nantinya. Sebaliknya, para pemilih untuk kedua capres justru menegaskan bahwa debat itu malah semakin memperkuat keputusan mereka.
Hampton menilai bahwa kesopanan Trump dalam debat pertama 'sama sekali tidak bersifat kepresidenan' dan dia hanya bicara untuk basis pendukungnya, bukan seluruh rakyat Amerika.
Keenggannya Trump mengecam supremasi kulit putih semakin memperkuat keputusan Hampton sebagai warga kulit hitam. Dia bahkan tercetus untuk mendorong teman dan keluarganya yang kulit hitam untuk menggunakan hak suaranya dalam pilpres nanti -- hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya.
Di Wisconsin, Donald Darwin (52) menangkap pesan berbeda dari Trump. Darwin yang warga kulit putih ini menilai Trump sudah dengan pantas mengecam supremasi kulit putih seperti diminta oleh moderator Chris Wallace dari Fox News.
"Trump mengatakan dengan tepat apa yang diminta oleh Wallace untuk dia katakan. Dia menyuruh mereka mundur," ucap Darwin. Dia mengakui bahwa jalannya debat tampak tidak terkendali, namun dia tidak menyalahkan Trump dan malah memujinya sebagai 'pejuang'.
Keith Valentine (37) asal Las Vegas menyebut Trump berperilaku seperti 'seorang narsistik' dalam debat. Valentine mengakui dirinya mematikan televisinya setelah menonton debat untuk 10 menit pertama saja. "Kita tahu itu akan berlangsung seperti itu selama satu jam," ucapnya.
Valentine yang dengan enggan akan memilih Biden nantinya, mengakui dirinya tidak terkejut dengan 'keburukan' yang dilihatnya dalam debat. "Itu dua orang tua, dua orang kaya yang bertengkar," cetusnya, merujuk pada Trump dan Biden dalam debat pertama.
Bill Kitz (62) di Wisconsin yang memilih Trump dalam pilpres 2016 lalu, mengaku menyesali pilihannya. Dia menyatakan sudah berencana memilih Biden untuk pilpres mendatang, namun masih terkejut dengan perilaku Trump saat debat yang disebutnya 'tidak pantas'.
"Saya sudah muak dengan hal semacam ini untuk waktu yang lama," ucap Kitz yang seorang profesor pendidikan di Universitas Wisconsin Oshkosh.
Sementara Maria Loomis (61) di Las Vegas menegaskan bahwa debat capres pada 29 September memperkuat keputusannya untuk memilih Trump.
"Donald Trump, dia tidak akan mendengarkan siapa pun. Dia melakukan hal dengan caranya. Dia mendapatkan hasil yang perlu dilakukan. Dia mungkin tidak etis soal hal itu terkadang, dan dia tidak ramah secara sosial. Tapi dia menyelesaikannya," ucapnya.
Loomis mengakui bahwa Trump agresif, namun dia berpikir Biden tidak banyak bicara dan tampak lemah. Secara keseluruhan, Loomis menggambarkan debat pertama antara Trump dan Biden seperti 'anak-anak di halaman sekolah'.
"Debat itu bukan debat. Titik. Itu hanya ne-ne-ne-ne-ne-ne-ne," sebutnya sembari menggerakkan tangannya meniru orang berbicara bolak-balik.