Seperti dilansir AFP, Rabu (16/9/2020), penandatanganan perjanjian damai dilakukan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) UEA, Abdullah bin Zayed Al-Nahyan dan Menlu Bahrain, Abdullatif al-Zayani, dalam seremoni di Gedung Putih pada Selasa (15/9) waktu setempat.
Trump turut hadir mengawasi penandatanganan tersebut. AS diketahui menjadi penengah dalam tercapainya kesepakatan menormalisasi hubungan antara Israel dengan UEA dan antara Israel dengan Bahrain. Ratusan tamu ikut hadir dalam seremoni tersebut di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) yang merajalela.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam tanggapannya, Trump menyebut momen penandatanganan itu sebagai 'hari bersejarah bagi perdamaian di Timur Tengah'.
"Setelah beberapa dekade mengalami perpecahan dan konflik, kita menandai awal bagi Timur Tengah yang baru," sebut Trump.
Disebutkan Trump bahwa perjanjian damai yang disebut 'pengkhianatan' oleh Palestina ini 'akan berfungsi sebagai fondasi untuk perdamaian menyeluruh di seluruh kawasan (Timur Tengah)'.
Netanyahu dalam pidatonya menyebut hari penandatanganan itu sebagai 'poros sejarah' dan berterima kasih kepada Trump atas 'kepemimpinannya yang menentukan'. "Ini menandai awal baru perdamaian. Pada akhirnya itu bisa mengakhiri konflik Arab-Israel untuk selamanya," ucapnya.
Baik Trump maupun Netanyahu tidak menyebut Palestina dalam pidato mereka saat seremoni ini. Namun Menlu UEA dan Bahrain sama-sama menyinggung Palestina dalam pidato mereka sebelum penandatanganan dilakukan.
Saat berbicara kepada Fox News, Trump menyatakan bahwa perjanjian damai ini akan memberi tekanan pada Palestina untuk juga bernegosiasi atau terancam 'diabaikan'. "Palestina pada akhirnya akan bergabung juga," cetus Trump. "Dan Anda akan mendapatkan perdamaian di Timur Tengah tanpa menjadi bodoh dan menembaki semua orang, dan membunuh semua orang, dan menumpahkan darah di seluruh pasir," tandasnya.
(rdp/rdp)