Polisi Rusia menyatakan berusaha untuk menanyai pemimpin oposisi Alexei Navalny di Berlin, Jerman. Hal ini dilakukan usai Moskow menolak pernyataan Jerman bahwa Navalny diracuni dengan menggunakan agen saraf Novichok.
Dilansir AFP, Jumat (11/9/2020), kritikus Kremlin berusia 44 tahun dan juru kampanye anti-korupsi itu jatuh sakit setelah naik pesawat di Siberia dan dirawat di rumah sakit setempat sebelum diterbangkan ke Berlin.
Jerman melaporkan "bukti kuat" bahwa dia diracuni dengan agen saraf tetapi Rusia mengatakan para dokter tidak menemukan jejak racun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi transportasi Siberia, yang telah menelusuri kembali pergerakan Navalny, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Rusia akan mempersiapkan permintaan bagi perwira dan "ahli" untuk membayangi penyelidik Jerman.
Menyusul laporan bahwa Navalny telah bangun dari koma, polisi Siberia mengatakan bahwa petugas dapat "mengajukan klarifikasi dan pertanyaan tambahan" dan hadir saat "rekan Jerman melakukan kegiatan investigasi dengan Navalny, petugas medis dan ahli".
Kremlin telah mengecam upaya untuk menyalahkan negara Rusia atas peracunan itu sebagai "tidak masuk akal".
Politisi internasional mengatakan insiden itu tampaknya atas perintah negara dan mendesak Moskow untuk membuktikan bahwa pihaknya tak terlibat.
Pada Rabu (9/9) Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengatakan ada "kemungkinan besar" perintah untuk meracuni pembangkang itu "datang dari pejabat senior Rusia." Klaim ini dikecam Kremlin sebagai hal yang "tidak dapat diterima".
Rekan Navalny mengatakan bahwa penggunaan Novichok, agen saraf tingkat militer, menunjukkan hanya negara Rusia yang bisa bertanggung jawab.
Kasus ini telah mendorong seruan internasional kepada Rusia untuk melakukan penyelidikan transparan atau akan mendapat sanksi, tetapi negara tersebut belum membuka penyelidikan kriminal dengan mengatakan petugas medisnya tidak menemukan bukti racun dalam tes.