Sidang di London, Inggris dilanjutkan pada hari Senin (7/9/2020) untuk memutuskan apakah pendiri WikiLeaks Julian Assange harus diekstradisi ke Amerika Serikat. Assange dihadapkan pada persidangan atas publikasi rahasia yang berkaitan dengan perang di Afghanistan dan Irak.
Seperti dilansir AFP, Senin (7/9) Assange, yang saat ini ditahan di penjara dengan keamanan tinggi, menghadapi 18 dakwaan dari jaksa penuntut AS yang bisa membuatnya dipenjara hingga 175 tahun.
Sidang di Pengadilan Kriminal Pusat, Old Bailey tersebut, dijadwalkan berlangsung selama tiga hingga empat minggu. Semula sidang akan dilanjutkan pada bulan April tetapi ditunda karena wabah virus Corona.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan apa pun "hampir pasti" akan digugat banding oleh pihak yang kalah, menurut John Rees, dari Kampanye Jangan Ekstradisi Assange, meningkatkan prospek lebih banyak waktu di balik jeruji besi bagi mantan peretas itu.
Rees mengatakan kepada AFP bahwa Assange - yang telah menjadi tokoh kebebasan pers dan jurnalisme investigasi - memiliki "pertahanan yang sangat kuat" tetapi khawatir kasus itu "sangat dipolitisasi".
Dalam sidang sebelumnya pada Februari lalu, diketahui bahwa Presiden AS Donald Trump telah berjanji untuk mengampuni Assange jika dia membantah Rusia membocorkan email dari kampanye Hillary Clinton, lawan Trump dalam pemilu 2016.
Assange menghadapi dakwaan di bawah Undang-Undang Spionase AS untuk rilis 2010 dari 500.000 file rahasia yang merinci aspek kampanye militer AS di Afghanistan dan Irak.
Washington mengklaim dia membantu analis intelijen Chelsea Manning untuk mencuri dokumen tersebut sebelum secara sembrono mengungkap sumber rahasia di seluruh dunia.
Sebelumnya, pada 2010 ketika Assange menghadapi tuduhan penyerangan seksual dan pemerkosaan di Swedia. Assange membantahnya.
Dia berada di Inggris pada saat itu tetapi menghindari upaya untuk mengekstradisinya ke Swedia dengan mengklaim suaka politik di kedutaan Ekuador di London.
Selama tujuh tahun dia tinggal di sebuah apartemen kecil di kedutaan, tetapi setelah pergantian pemerintahan di Quito, Ekuador kehilangan kesabaran dengan tamunya itu dan menyerahkannya ke polisi Inggris pada April 2019.
Jaksa Swedia mengkonfirmasi tahun lalu bahwa mereka telah membatalkan penyelidikan pemerkosaan.
(rdp/ita)