Departemen Luar Negeri (Deplu) AS menyatakan pihaknya mengambil tindakan terhadap panglima Min Aung Hlaing dan tiga pejabat Myanmar lainnya, setelah menemukan bukti kredibel bahwa mereka terlibat dalam kekerasan dua tahun silam, yang menyebabkan sekitar 740 ribu warga Rohingya kabur ke Bangladesh.
"Dengan pengumuman ini, Amerika Serikat adalah pemerintahan pertama yang secara terbuka mengambil tindakan sehubungan dengan kepemimpinan paling senior militer Burma (nama lain Myanmar)," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (17/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tetap prihatin karena pemerintah Burma tidak mengambil tindakan untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan, dan ada laporan terus-menerus tentang militer Burma melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan di seluruh negeri," imbuh Pompeo.
Sanksi ini merupakan tanda paling jelas dari kekecewaan AS dengan Myanmar yang dulunya dikenal sebagai Burma, sejak meluncurkan reformasi politik pada tahun 2011, dengan junta militer melakukan rekonsiliasi dengan Washington dan pada akhirnya mengizinkan kepemimpinan politik terpilih.
Selain Jenderal Min Aung Hlaing, tiga pejabat tinggi Myanmar yang terkena sanksi AS ini adalah Wakil Panglima Soe Win, Brigjen Than Oo dan Brigjen Aung Aung serta keluarga keempat petinggi militer itu.
Pejabat-pejabat AS berharap sanksi ini akan membantu pemerintahan sipil Myanmar melakukan kontrol atas militer, yang oleh Deplu AS dinyatakan sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas kampanye anti-Rohingya.
"Harapan kami adalah agar tindakan ini akan memperkuat tangan pemerintahan sipil dan akan membantu untuk lebih mendelegitimasi kepemimpinan militer saat ini," ujar seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini