Percakapan telepon antara Trump dengan Presiden Tsai pada Jumat (2/12) lalu, memancing protes diplomatik dari pemerintah China yang dilayangkan sehari setelahnya. Dalam protesnya, seperti dilansir Reuters dan AFP, Senin (5/12/2016), pemerintah China menyebut kebijakan 'satu China', yang tidak mengakui Taiwan sebagai negara, menjadi landasan utama hubungan antara China dan AS.
Wakil Presiden terpilih, Mike Pence, berusaha meredam ketegangan dengan menyebut percakapan telepon itu hanyalah panggilan 'courtesy' sebagai bentuk kesopanan dan tidak dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan kebijakan AS terhadap China. Pence menyalahkan media yang disebutnya terlalu membesar-besarakan hal ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Trump yang semasa kampanye banyak menyerang China, termasuk salah satunya menyebut China 'tukang manipulasi mata uang', kembali melontarkan retorika kontroversialnya. Serangan terbaru Trump ini diungkapkan via akun Twitter resminya, @realDonaldTrump, pada Minggu (4/12).
"Apakah China menanyakan kepada kita, apakah oke untuk menurunkan nilai mata uang mereka (membuat perusahaan-perusahaan kita untuk berkompetisi), memberlakukan pajak yang amat besar untuk produk-produk kita yang masuk ke negara mereka (AS tidak memberlakukan pajak pada mereka) atau untuk membangun kompleks militer besar-besaran di tengan Laut China Selatan? Saya pikir tidak demikian!" kicau Trump.
Kericuhan diplomatik ini hanyalah salah satu dari serangkaian persoalan yang dihadapi Trump yang akan dilantik pada 20 Januari 2017. Sebagai pengusaha real estate yang belum pernah memegang jabatan publik dan tidak memiliki pengalaman soal urusan luar negeri maupun militer, Trump banyak dikritik.
Baca juga: China Salahkan Taiwan Terkait Percakapan Telepon Presiden Tsai dengan Trump
Percakapan telepon antara Trump dengan Presiden Tsai itu tercatat sebagai percakapan telepon pertama antara seorang presiden terpilih AS maupun presiden AS dengan pemimpin Taiwan, sejak era Presiden Jimmy Carter yang menjabat tahun 1977-1981 silam.
Pada tahun 1979, mantan presiden Carter mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan ke China dan mengakui Taiwan sebagai bagian dari 'satu China'. Tahun yang sama, AS memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan, meski masih menjalin persahabatan.
Trump dalam pembelaan awalnya, menyebut Presiden Tsai yang menghubungi dirinya untuk mengucapkan selamat. Media nasional China pada Minggu (4/12) menyebut percakapan telepon itu membuktikan Trump dan timnya memang tidak berpengalaman dalam urusan luar negeri.
(nvc/ita)