Setelah putusan Mahkamah Agung Brasil, ketegangan diplomatik antara negara Amerika Selatan tersebut dengan Amerika Serikat diperkirakan akan terus meningkat.
Terlepas dari peringatan Washington lewat pembatasan perjalanan visa ke AS dan sanksi keuangan bagi hakim dan pejabat pengadilan dalam kasus Jair Bolsonaro, Mahkamah Agung di Brasilia menjatuhkan hukuman 27 tahun dan tiga bulan penjara kepada mantan presiden Brasil tersebut atas upaya kudeta - empat dari lima hakim memutusnya bersalah.
Akan ada sanksi baru terhadap Brasil?
Pemerintah AS mengkritik keras putusan pengadilan Brasil tersebut dan mengatakan akan memberi konsekuensi yang setimpal.
AS akan menanggapi "witch hunt" (istilah yang menggambarkan perburuan terhadap orang atau kelompok yang dianggap bersalah tanpa bukti yang kuat) dengan tepat, tulis Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio di platform X. Rubio belum memberi rincian lebih lanjut.
Presiden AS Donald Trump menyebut hukuman terhadap sekutunya itu "sangat mengejutkan". Dia sebelumnya telah merespon persidangan pria berusia 70 tahun itu dengan genjotan tarif dan sanksi dagang untuk Brasil.
Bolsonaro, yang juga dijuluki "Trump dari negeri Tropis", adalah "presiden Brasil yang baik", menurut Trump. Ia menyamakan apa yang terjadi dengan Bolsonaro serupa dengan apa yang dihadapinya beberapa tahun terakhir.
"Ini mirip dengan apa yang mereka coba lakukan terhadap saya, tetapi tidak berhasil," tegas Trump.
Kementerian Luar Negeri di Brasilia menyatakan bahwa demokrasi Brasil tidak akan "terintimidasi" oleh 'ancaman' Rubio. Mereka akan "mempertahankan kedaulatan negara terhadap agresi dan pengaruh luar".
Pemimpin "organisasi kriminal"
Menurut Mahkamah Agung, Bolsonaro memimpin "organisasi kriminal" yang ingin menggulingkan hasil pemilihan presiden 2022. Politisi blok ekstrem kanan itu kalah dalam pemilihan melawan Luiz Inácio "Lula" da Silva yang berhaluan kiri.
Para hakim juga menyatakan Bolsonaro bersalah karena telah menghasut para pendukungnya untuk menyerbu Mahkamah Agung, Istana Kepresidenan, dan Parlemen di Brasilia dengan kekerasan pada Januari 2023. Ratusan pendukung Bolsonaro saat itu masuk ke dalam gedung-gedung tersebut dan menyebabkan kerusakan parah.
Di bawah nama sandi "Grüner und Gelber Dolch" (Belati Hijau dan Kuning), diduga ada rencana untuk membunuh Presiden Lula, wakil presiden Geraldo Alckmin, serta hakim agung Alexandre de Moraes. Moraes telah lama dianggap sebagai musuh bebuyutan Bolsonaro.
Hukuman yang "tidak masuk akal"?
Bolsonaro, yang menjabat sebagai kepala negara Brasil dari tahun 2019 hingga 2022, menolak semua tuduhan dan menyebut dirinya sebagai korban penganiayaan politik. Pengacaranya akan mengajukan banding atas putusan tersebut. Hukuman penjara lebih dari 27 tahun yang dijatuhkan adalah "tidak masuk akal dan tidak proporsional," demikian pernyataan pengacara. Kuasa hukum akan memeriksa alasan putusan dan "mengajukan banding yang sesuai, hingga di tingkat internasional."
Pengacara meminta agar persidangan dilakukan di hadapan seluruh anggota Mahkamah Agung yang terdiri dari sebelas hakim, bukan hanya di hadapan Kamar Pertama (dengan 5 hakim). Proses banding yang panjang dan berlarut-larut dapat berlangsung hingga pemilihan presiden tahun depan (Oktober 2026).
Selain mantan presiden, tujuh terdakwa lainnya juga diadili dan dijatuhi hukuman, termasuk mantan menteri dan jenderal. Namun masih mereka mengelak putusan pengadilan.
Tidak seperti yang dikhawatirkan sebelumnya, putusan MA Brasilia tidak memicu protes besar-besaran dari para pendukung Bolsonaro. Awalnya, para ahli memperingatkan akan terjadinya tindak kekerasan masif mengingat polarisasi yang kuat di dalam masyarakat Brasil.
Menurut jajak pendapat, lebih dari separuh rakyat Brasil setuju bahwa Bolsonaro harus bertanggung jawab atas tindakannya menggagalkan proses demokrasi dan memprovokasi lembaga peradilan.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Sorta Caroline
Editor :Yuniman Farid
Simak Video 'Eks Presiden Brasil Bolsonaro Divonis 27 Tahun Bui Terkait Kudeta':
(nvc/nvc)