Cerita Brigpol Fifi Tangani Kasus Pemerkosaan Puluhan Anak di Lombok Timur

Hoegeng Corner 2025

Cerita Brigpol Fifi Tangani Kasus Pemerkosaan Puluhan Anak di Lombok Timur

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Rabu, 10 Des 2025 12:13 WIB
Cerita Brigpol Fifi Tangani Kasus Pemerkosaan Puluhan Anak di Lombok Timur
Brigpol Khafidatun Nisa' saat melakukan sosialisasi terkait perlindungan perempuan dan anak (Foto: dok. Istimewa)
Jakarta -

Brigpol Khafidatun Nisa' telah berkecimpung di bidang perlindungan perempuan dan anak sejak 10 tahun yang lalu. Banit IV PPA Satreskrim Polres Lembok Timur, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), itu berhasil mengungkap tiga kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap puluhan anak dalam waktu yang bersamaan.

Atas kepedulian terhadap perempuan dan anak itu, Brigpol Khafidatun diusulkan untuk Hoegeng Corner 2025. Brigpol Fifi, sapaan akrab Khafidatun, sudah bertugas di PPA sejak 2015.

Tiga kasus yang ditangani bersamaan itu adalah 2 kasus pemerkosaan di 2 pondok pesantren di Kecamatan Sikur dan 1 kasus pencabulan anak di pesantren di Wanasaba.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada dua kasus pertama, pelaku adalah pimpinan masing-masing pesantren di Sikur inisial HSN dan LMI. Korban diduga lebih dari 40 orang.

ADVERTISEMENT

"Salah satunya adalah persetubuhan terhadap anak yang terjadi di pondok pesantren, itu sempat viral dan menjadi perhatian dari publik karena berturut-turut," kata Brigpol Fifi kepada detikcom, Senin (3/11/2025).

Brigpol Fifi mengungkap sejumlah tantangan dalam pengungkapan kasus ini. Dia menyebut pelaku tidak mengakui perbuatannya bahkan sampai ke persidangan.

"Ada laporan dari korban yang memang di sekolah di sana, yang melaporkan orang tua korban, waktu itu dari keterangan korban dan saksi tidak ada penyesuaian awalnya, terus tersangka juga tidak mengakui, kemudian kami melakukan penyelidikan, terus didapatkan bahwa mendapatkan bukti permulaan, makanya naiknya perkara tersebut ke sidik," kata dia.

Butuh waktu berminggu-minggu bagi Brigpol Fifi bersama tim untuk mengungkap kasus ini. Dia juga menggandeng psikolog karena korban mengalami trauma.

"Ini yang butuh lumayan beberapa minggu mengungkap kasus tersebut, karena memang tidak ada penyesuaian dari keterangan korban dengan saksi yang lain, dari tersangka juga tidak mau mengakui, waktu itu kami melakukan pemeriksaan psikolog terhadap korban dan pelaku, itu jaraknya sekitar satu bulan itu baru bisa terungkap," jelas dia.

Modus kedua pelaku hampir sama. Pelaku mengelabui bahwa korban akan masuk surga jika menuruti keinginan pelaku.

"Modus masuk surga. Dua ponpes gitu, modusnya hampir sama dijanjikan masuk surga. Jadi korban-korban ini didoktrin, jadi kalau menuruti perintah dari pelaku ini, nanti akan masuk surga," tutur Fifi.

Kasus ini bergulir hingga ke persidangan. Dua pelaku telah divonis.

"Pelaku ini sampai di persidangan tidak mau mengungkapkan kebenarannya, sudah divonis, 10 apa 12 tahun (penjara) itu, sekitar itu vonisnya," jelas dia.

Kasus ketiga yang ditangani oleh Brigpol Fifi dalam waktu bersamaan adalah pencabulan anak di pondok pesantren Wanasaba. Korban kemudian membuat laporan kepada polisi hingga pelaku berhasil diamankan.

Atas aksinya dalam menangani 3 kasus dalam waktu berdekatan itu, Brigpol Fifi mendapatkan penghargaan dari Kapolda NTB dan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA).

"Kami mendapat penghargaan dari Tim Reaksi Cepat mengungkap perkara anak yang terjadi di pondok pesantren. Waktu itu kami menangani ada 3 di pondok pesantren. Yang dua persetubuhan anak, yang satu pencabulan. Kasus di tiga pondok pesantren, beda, dalam waktu yang berdekatan," ucap dia.

Brigpol Khafidatun Nisa' dari Polres Lombok TimurBrigpol Khafidatun Nisa' dari Polres Lombok Timur (Foto: dok. Istimewa)

Kasus lainnya yang berkesan ditangani Brigpol Fifi adalah pencurian dengan kekerasan di Lombok Timur. Harta korban dicuri dan korban diperkosa oleh pelaku.

"Awalnya korban melaporkan terkait pencuriannya, namun setelah kami lakukan penyelidikan kami dapatkan bahwa korban ini juga mengalami pelecehan, mengalami pemerkosaan. Akhirnya kami lakukan penyelidikan lebih mendalam kami menangkap tersangkanya. Tersangka sempat kabur ke wilayah Jawa," kata Brigpol Fifi.

Fifi menyebut pelaku menggasak uang dan dan barang berharga korban. Pelaku kemudian menjual hasil curiannya itu ke Pulau Jawa.

"Tersangka pergi ke Jawa untuk menjual hasil curiannya, kembali lagi pelaku ke wilayah Lombok Timur, kami sudah memonitor juga kan pergerakannya, jadi ketika dia pas sampai ke Lombok Timur langsung kami tangkap," tutur dia.

Brigpol Khafidatun Nisa' dari Polres Lombok TimurBrigpol Khafidatun Nisa' dari Polres Lombok Timur saat menerima penghargaan. (Foto: dok. Istimewa)

Tantangan Mengungkap Kasus PPA

Sejumlah tantangan dihadapi Brigpol Fifi dalam mengungkap kasus pelecehan perempuan dan anak. Dia menyebut butuh pendekatan khusus karena korban mengalami trauma.

"Banyak korban memang yang saya pribadi periksa kadang itu tidak mengatakan tentang apa yang sebenar yang dia alami, kadang menggunakan psikolog untuk membantu kami dalam pendekatan," jelasnya.

Brigpol Fifi menyebut tidak semua kasus dapat diselesaikan dengan cepat. Setiap kasus, kata dia, terkadang memiliki kesulitan yang berbeda.

"Kadang ada pengungkapan sampai berbulan-bulan juga ada, jadi pernah misal kayak di tahun 2024 baru terselesaikan baru di tahun 2025. Tergantung tingkat kesulitan perkara juga," sebut dia.

Brigpol Khafidatun Nisa' dari Polres Lombok TimurBrigpol Khafidatun Nisa' dari Polres Lombok Timur (Foto: dok. Istimewa)

Gencarkan Sosialisasi

Selain penindakan hukum, Brigpol Fifi juga rutin melakukan sosialisasi. Dia mengimbau korban berani melapor ketika mengalami tindakan pelecehan.

"Kami datang ke sekolah-sekolah untuk melakukan sosialisasi terhadap siswa-siswanya. Kalau menjadi korban, bagaimana caranya nanti melaporkan dan di mana, atau ke mana mereka harus melapor," tutur dia.

Brigpol Fifi juga memetakan wilayah yang rawan. Dia akan melakukan upaya pencegahan dengan sosialisasi ke titik rawan.

"Kalau kami ke sekolah, biasanya yang pertama kadang ada permintaan dari pihak sekolah sendiri, jadi ndak nentu. Kadang kami dari PPA yang langsung ke sekolah, kita cari sekolah-sekolah yang sekiranya sering terjadi. Kan kami petakan pas ada laporan, anak ini berada di sekolah mana, nanti kami baru ke sena melakukan sosialisasi," ucap dia.




(lir/knv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads