Maraknya kasus pinjaman online (pinjol) ilegal masih menjadi persoalan yang serius. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap kendala yang dihadapi saat hendak memberantas pinjol ilegal.
Deputi Direktur Departemen Pelindungan Konsumen OJK, Dahnial Apriyadi, menyatakan penindakan pinjol ilegal terus dilakukan. Namun praktiknya tetap saja marak.
"Pembuatan platform pinjol itu sehari bisa dua platform orang membuatnya. Tinggal nanti dia mau dengan sophisticated atau tidak platformnya," kata Dahnial dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
"Jadi kalau kita tanya kenapa pemberantasan pinjol ilegal ini sulit? Karena memang untuk membuat platform pinjol itu tidak sulit, gampang. Itu yang pertama," lanjutnya.
Kemudian, dia menjelaskan bahwa pinjol ilegal sulit diberantas karena telah membentuk ekosistem panjang. Terlebih mayoritas server dikendalikan dari luar negeri.
"Sebagian besar servernya itu ada di luar negeri," ucapnya.
Selain itu, Dahnial menyebutkan literasi masyarakat yang masih rendah akan bahaya pinjol juga menjadi faktor utama. Sebab, banyak yang hanya ingin mendapat dana cepat tanpa paham risikonya.
"Literasi masyarakat kita yang masih rendah. Kenapa saya bilang literasi masyarakat kita yang masih rendah Karena ingin pinjam dengan gampang. 'Ah, kalau ke bank sulit, harus melengkapi persyaratan dan lain sebagainya dan prosesnya lama', gitu kan," ungkap Dahnial.
"Atau mungkin sebenarnya pinjam uang hanya untuk konsumtif. Hanya untuk gaya hidup. Tadi juga Pak Wadir sudah sempat, hanya untuk FOMO-FOMO," lanjut dia.
Menurut Dahnial, mudahnya membuat platform dan gampangnya akses digital menjadi mudah. Karena itu, maraknya pinjol ilegal, menurut dia, salah satu tantangan digitalisasi.
"Namun kenapa, Pak, di negara lain itu sedikit fenomena pinjol ini, nggak sebanyak kita? Itu tadi, literasi masyarakatnya lebih tinggi dari kita. Bisa dikatakan di negara lain pangsa pasar pinjol itu kecil," terangnya.
"Di Indonesia, karena literasi masyarakat kita lebih rendah ketimbang negara lain, pangsa pasarnya besar. Jadi pelaku tuh melihat, 'Wah, peluang nih untuk beroperasional di Indonesia' gitu kan karena pangsa pasarnya besar," imbuh Dahnial.
(ond/rfs)