Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Lemdiklat Polri menggelar focus group discussion (FGD) yang mengangkat tema 'Reposisi Ilmu Kepolisian dalam Literatur Abad ke-21'. Para akademisi, alumni doktoral STIK, dan mahasiswa S3 hadir dalam kegiatan tersebut.
Dikutip dari keterangan tertulis, kegiatan itu digelar pada Selasa (18/11/2025). Acara ditujukan untuk memperkuat arah pengembangan ilmu kepolisian Indonesia agar selaras dengan perubahan teknologi, dinamika sosial, dan tuntutan demokratisasi.
Dalam sambutannya, Ketua STIK Lemdiklat Polri, Irjen Eko Rudi Sudarto, menekankan reposisi ilmu kepolisian harus dilakukan melalui pendekatan transdisipliner yang memadukan ilmu sosial, hukum, teknologi, ilmu alam, dan nilai-nilai kemanusiaan. Dia mengatakan, di tengah kompleksitas kejahatan modern dan derasnya arus disinformasi, ilmu kepolisian harus memiliki fondasi ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat agar mampu memperkuat profesionalisme serta peran Polri dalam demokrasi Indonesia.
Irjen Eko juga juga menyampaikan STIK memiliki tanggung jawab historis dan moral untuk menuntun arah pengembangan ilmu kepolisian nasional. Dia menegaskan STIK bukan hanya membangun science of police, tetapi juga science of policing dan science for police sebagai fondasi pertumbuhan keilmuan kepolisian modern.
Dia menjelaskan penelitian, publikasi ilmiah, dan kolaborasi internasional harus ditempatkan sebagai inti pengembangan institusi.
"Kurikulum harus berorientasi pada outcome-based education; riset harus evidence-based dan multidisipliner; dan lulusan harus menjadi critical thinker, ethical leader, serta digital-ready officer yang mampu memadukan kecerdasan akademik, kepekaan moral, dan keunggulan profesional," kata Irjen Eko.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Doktor Ilmu Kepolisian (Dikpi), Kombes Dedy Tabrani, menyoroti adanya kesenjangan antara klaim pengembangan police science dengan praktik akademik di Indonesia yang sering kali lebih dekat dengan police studies.
Dia mengingatkan, secara global, police science belum diakui sebagai disiplin mandiri, tapi kondisi tersebut menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan model ilmu kepolisian yang lebih komprehensif. Ia juga menekankan perlunya kesinambungan kompetensi antara jenjang S1, S2, dan S3.
Kombes Dedy menegaskan reposisi ilmu kepolisian tidak cukup berhenti pada perdebatan definisi, melainkan harus dibarengi dengan pembangunan ekosistem ilmiah yang kuat. Hal itu bisa dilakukan melalui kurikulum yang konsisten, standar metodologi yang terukur, serta budaya riset yang solid di lingkungan STIK.
Dia menilai Indonesia membutuhkan epistemic community kepolisian yang mampu menjadikan riset sebagai dasar kebijakan, inovasi pemolisian, dan arah reformasi Polri.
Pandangan juga disampaikan oleh Prof Adrianus Meliala, yang berbicara perkembangan historiografi kepolisian global. Menurutnya, sejarah police science sejak abad ke-17 hingga saat ini menunjukkan bahwa dinamika kepolisian selalu dibentuk oleh perubahan masyarakat, teknologi, politik, dan relasi polisi-komunitas.
Adrianus menilai pendidikan kepolisian Indonesia sejak lama banyak merujuk model Amerika Serikat, sehingga perlu penyesuaian agar lebih sesuai dengan kebutuhan sosial Indonesia. Adrianus menegaskan pentingnya menjadikan ilmu kepolisian sebagai disiplin yang bergerak mengikuti dinamika sosial, bukan sekadar kumpulan pengetahuan teknis.
Sementara itu, Dr G Ambar Wulan menguraikan perjalanan panjang pendidikan kepolisian Indonesia sejak era Hindia Belanda hingga berdirinya PTIK pada 1950, yang untuk pertama kalinya mengangkat ilmu kepolisian sebagai payung akademik. Dia menjelaskan perkembangan ilmu kepolisian di Indonesia selalu berada dalam persimpangan antara kebutuhan praktis institusi dan tuntutan ilmiah akademik.
Ambar menilai pengembangan ilmu kepolisian selama ini cenderung pragmatis dan kurang menekankan pembangunan metodologi ilmiah yang kuat. Ia menekankan, tanpa landasan metodologis yang jelas, ilmu kepolisian akan sulit berkembang sebagai disiplin ilmiah yang utuh.
Dalam diskusi tersebut, para peserta sepakat bahwa penguatan ekosistem riset, kurikulum berbasis kompetensi, serta kolaborasi internasional perlu terus ditingkatkan agar dapat melahirkan bhayangkara cendekia yang intelektual, berintegritas, dan adaptif terhadap tantangan digital. Melalui forum ini, STIK Lemdiklat Polri bersama Dikpi menegaskan komitmen untuk memperkuat landasan akademik dan metodologi ilmiah ilmu kepolisian sebagai bagian dari upaya membangun Polri yang profesional, modern, dan akuntabel.
Tonton juga video "Komisi III DPR Bentuk Panja Reformasi Kepolisian, Kejaksaan-Pengadilan"
(knv/knv)