Jaksa mengungkap perbedaan signifikan terkait harta mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang dilaporkan dengan dugaan gratifikasi yang diterimanya. Jumlah perbedaannya mencapai lebih dari Rp 100 miliar.
Nurhadi diketahui hanya sekali melaporkan harta kekayaanya dalam periode 2012-2016 saat ia menjabat sebagai Sekretaris MA. Jaksa mengatakan nilai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan Nurhadi sebesar Rp 25,7 miliar.
"Bahwa Terdakwa selaku Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 hanya melaporkan harta kekayaan berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tahun 2012 saja," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025).
Jaksa mengatakan laporan LHKPN Rp 25,7 miliar itu merupakan penghasilan Nurhadi dan istrinya, Tin Zuraida. Jaksa mengatakan sumber uang itu dari penghasilan gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lainnya sebesar Rp 2.950.020.555, pendapatan lain atau usaha dan kekayaan sebesar
Rp 17.320.204.764, serta pengalihan aset sebesar Rp 5.500.000.000.
"Bahwa penghasilan Terdakwa dan Tin Zuraida setiap bulannya dari tahun 2011 sampai tahun 2018 berdasarkan Laporan Biro Keuangan mahkamah Agung Rl, Laporan LHKPN dan SPT tahunan dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 25.770.225.319," ujar jaksa.
Dalam perkara ini, Nurhadi didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 137 miliar. Jaksa mengatakan gratifikasi itu diterima Nurhadi dari para pihak berperkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali.
"Melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi yaitu menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp 137.159.183.940 dari dari para pihak yang berperkara di lingkungan Pengadilan baik ditingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali," ujar jaksa.
Jaksa juga mendakwa Nurhadi melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp 307 miliar dan USD 50 ribu atau setara Rp 838 juta. Jaksa mengatakan uang itu ditempatkan Nurhadi ke sejumlah rekening, untuk membeli aset tanah dan bangunan termasuk kebun sawit, apartemen, serta sejumlah kendaraan mewah.
"Melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yaitu menempatkan uang seluruhnya berjumlah Rp 307.260.571.463 dan USD50.000," ujar jaksa.
Jaksa mendakwa Nurhadi melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Lihat juga Video: Hasbi Hasan Didakwa Terima Gratifikasi Rp 630 untuk Wisata-Penginapan
(mib/ygs)