Seorang warga Desa Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati, Heru Prasetyo (65) tampak cekatan melayani pengendara yang ingin menambal ban dan melayani bensin eceran. Ia menggantungkan hidup dari pekerjaan sebagai tukang tambal ban dan penjual bensin eceran untuk menghidupi empat anggota keluarganya.
Dalam sehari, penghasilannya tak lebih dari Rp30.000. Semua tergantung dari banyaknya kendaraan yang mampir ke tempatnya. Heru tetap menjalani hari-harinya dengan sabar dan penuh syukur meski hidup dalam keterbatasan.
"Rezeki memang nggak selalu banyak, tetapi yang penting saya masih bisa kerja, bisa menafkahi keluarga, bisa makan, dan nggak ngerepotin orang lain," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (6/11/2025).
Heru tinggal bersama istri dan dua anak yang masih menjadi tanggungannya. Istrinya mengurus rumah tangga, sementara Heru menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga.
Meski hidup sederhana, ia mengaku tak pernah berhenti bersyukur. Terlebih lagi, karena ia telah terdaftar sebagai peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Ia merasa program itu bukan hanya membantu, tetapi benar-benar menjadi penyelamat hidupnya dan keluarga.
"Tanpa JKN, saya tidak tahu harus bagaimana waktu sakit dulu. Saya ini orang kecil, mana mampu bayar rumah sakit. Untung ada JKN, jadi saya bisa berobat tanpa mikir biaya," tutur Heru.
Dua tahun yang lalu, ia mengalami musibah besar. Heru terjatuh dan mengalami patah tulang rusuk. Kondisinya cukup parah hingga membuatnya harus menjalani perawatan intensif dalam waktu lama dan tidak mampu jika harus menanggung seluruh biaya pengobatan sendiri.
"Waktu itu saya cuma bisa pasrah. Namun, alhamdulillah semua biaya rumah sakit ditanggung JKN. Saya bisa sembuh tanpa keluar uang. Dokternya juga sabar sekali merawat saya," ucapnya.
Selama dirawat, Heru tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun. Semua kebutuhan medis, obat, dan tindakan sudah dijamin penuh oleh Program JKN.
"Rasanya seperti mimpi, saya ini cuma tukang tambal ban, tetapi bisa dirawat sampai sembuh tanpa mikir biaya," ungkapnya.
Belum lama ini, ujian kembali datang. Pandangan matanya mulai kabur hingga dokter menyarankan operasi katarak. Heru sempat cemas membayangkan biaya yang besar. Namun kekhawatiran itu sirna setelah petugas BPJS Kesehatan menjelaskan semuanya dijamin JKN.
"Waktu mendengar begitu, saya langsung lega. Saya operasi tanpa bayar apa pun, dan sekarang mata saya sudah terang lagi. Rasanya seperti dapat hidup baru," katanya.
Bagi Heru, Program JKN bukan hanya soal jaminan kesehatan gratis, tetapi bukti nyata bahwa negara hadir melindungi masyarakat kecil. Ia menyadari betul, tanpa program ini mungkin banyak warga sepertinya yang tak sanggup berobat saat sakit datang tiba-tiba.
"Sekali sakit, biayanya besar. Akan tetapi, dengan JKN, kami jadi tenang. Ada jaminan kalau sakit terjadi, dan kita tidak tau sakit apa yang akan kita alami," tuturnya.
Heru berharap program ini bisa terus berjalan dan semakin baik kedepannya. Ia bahkan sering mengingatkan rekan-rekan sesama pekerja informal yang belum terdaftar agar menjadi peserta JKN.
"Program ini luar biasa. Saya selalu bilang ke teman-teman, kalau kita punya JKN, berarti kita punya pegangan hidup. Karena sakit itu pasti datang kapanpun dan dimanapun, dan kita harus punya jaminan kesehatan. Program JKN sudah membuktikan itu ke saya," imbuh Heru.
Kini, setelah penglihatannya membaik, Heru kembali menambal ban, menambah angin, dan menjual bensin eceran dengan semangat yang tak pernah padam. Meskipun tubuhnya tak lagi sekuat dulu, ia merasa hidupnya kini jauh lebih tenang dan bermakna.
"Program JKN itu seperti teman yang selalu ada saat saya butuhkan. Saya cuma bisa berterima kasih dan berdoa semoga program ini tetap ada. Karena tanpa JKN, saya tak tahu bagaimana nasib kesehatan saya," pungkasnya.
(akd/ega)