Lestari Moerdijat Dorong Pemahaman Menyeluruh untuk Tangani Kasus Dengue

Lestari Moerdijat Dorong Pemahaman Menyeluruh untuk Tangani Kasus Dengue

Qonita - detikNews
Kamis, 06 Nov 2025 10:21 WIB
Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat
Foto: dok. MPR RI
Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap bahaya dengue sebagai langkah awal penanggulangan demam berdarah di Tanah Air. Ia menilai, kesadaran keluarga menjadi benteng pertama untuk mewujudkan target Zero Death Dengue pada 2030.

"Dengue bukan semata soal kesehatan, melainkan persoalan nasional yang juga terkait dengan lingkungan dan ketahanan keluarga," kata Lestari dalam keterangannya, Kamis (6/11/2025).

Hal itu disampaikannya ketika membuka Dialog Kebijakan Terkait Dengue bertema Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030 yang digelar bersama MPR RI, Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue, dan Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD 12), di Kompleks MPR RI/DPR RI/DPD RI Senayan, Jakarta, Rabu (5/11).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diskusi ini menghadirkan beberapa narasumber, antara lain Plt. Dirjen Pengendalian Penyakit Kemenkes RI drg. Murti Utami, MPH, QGIA, CGCAE, QHIA; Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan dr. Lily Kresnowati, M.Kes.; Program Officer of Epidemiologist WHO Emergency Unit Dr. Endang Widuri Wulandari; serta Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur dr. H. Jaya Mualimin, Sp.KJ, M.Kes., MARS.

Selain itu, hadir pula Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani; Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, SpA(K); dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes) dr. Widyastuti, MKM sebagai penanggap.

ADVERTISEMENT

Pada dialog ini hadir pula Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Dr. Hj. Nihayatul Wafiroh, M.A; Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. dr. P. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D; serta Ketua Umum KOBAR dr. H. Suir Syam, MKes., MMR yang memberikan sambutan.

Lestari menyampaikan kasus dan kematian akibat dengue terus terjadi. Selain itu, masih banyak orang yang tidak memahami bila dirinya terinfeksi dengue, bahkan hingga berakibat fatal.

Menurutnya, diperlukan cara pandang lain dalam upaya penanggulangan dengue yang disebabkan banyak faktor itu. Keberadaan KOBAR Lawan Dengue yang terdiri dari berbagai pihak terkait itu, menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI, penting dalam penyusunan kebijakan penanggulangan dengue.

Lestari berpendapat, upaya mewujudkan Nol Dengue pada 2030 adalah sebuah keniscayaan. Hal itu tergantung bagaimana kita mampu membangun kolaborasi yang kuat dalam mewujudkan sistem penanggulangan dengue yang menyeluruh.

Sementara itu, Ketua Umum KOBAR, Suir Syam mengungkapkan terjadi gap data yang besar antara Kemenkes RI dan BPJS Kesehatan. Data Kemenkes RI, tambah Suir, mencatat kasus dengue 257.000. Sementara, data BPJS Kesehatan mencatat 1 juta penderita dengue dirawat di rumah sakit.

"Ada under reporting terkait kasus dengue di Tanah Air, sehingga perlu pembenahan dalam pencatatan data untuk mengatasi dengue lebih menyeluruh," ujar Suir.

Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan masalah dengue bukan semata masalah kesehatan, tetapi juga sosial dan ekonomi. Menurutnya, penyakit dengue di Indonesia menyebabkan kerugian hingga Rp3 triliun per tahun, karena hilangnya produktivitas masyarakat.

Dante menambahkan, penanggulangan dengue harus dilihat dari aspek sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan untuk membangun upaya penanggulangan dengue secara bersama dan menyeluruh.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh mengungkapkan, pihaknya berkomitmen kuat mengangkat isu kesehatan, termasuk penanggulangan dengue di tanah air, menjadi isu penting nasional. Ia menekankan Penanggulangan dengue harus didekati dengan perspektif yang lebih luas dan melibatkan semua pihak terkait.

"Sehingga forum-forum multi-pihak sangat penting untuk mewujudkan penanggulangan dengue yang menyeluruh, " tegas Nihayatul.

Plt. Dirjen Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, Murti Utami mengungkapkan, untuk mewujudkan Zero Death Dengue pada 2030, pihaknya menargetkan penurunan kasus dengue di tanah air 25% per tahun.

Menurut Murti, pada dua tahun terakhir kasus dengue mengalami penurunan cukup signifikan, hampir 50%. Demikian juga, angka kematian akibat dengue mengalami penurunan. Jika pada 2024 tercatat 1.292 kematian, per Oktober 2025 tercatat 541 angka kematian.

Murti mengungkapkan, langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan konsisten dilakukan untuk mewujudkan target global Zero Death Dengue pada 2030. Catatan Kemenkes RI, tambah dia, kasus dengue tertinggi di Indonesia terjadi di Jawa Barat antara lain di Karawang, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kabupaten Bekasi, dan Jakarta Barat.

Ia mengakui dalam pencatatan data dengue pihaknya masih menghadapi kendala delay reporting, sehingga data yang dicatat belum sepenuhnya menunjukkan data terkini.

Meski pihak Kemenkes RI mengungkapkan terjadi penurunan kasus dengue, tetapi catatan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan, BPJS Kesehatan, Lily Kresnowati, menunjukkan data dua tahun terakhir terjadi peningkatan klaim akibat dengue yang harus dibayarkan.

Lily mengatakan pada 2023 tercatat 624.000 klaim, pada 2024 sebanyak 1,5 juta klaim, serta per Agustus 2025 sudah tercatat 744.000 klaim akibat dengue. Ia menegaskan, pihaknya konsisten mendukung penanggulangan dengue dengan menjamin pengobatan anggotanya yang terdampak dengue.

Program Officer of Epidemiologist, WHO Emergency Unit, Endang Widuri Wulandari menyarankan, dalam upaya mencegah peningkatan kasus dengue dalam bentuk pemberantasan sarang nyamuk agar melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

Endang menambahkan, Inisiatif masyarakat penting ditingkatkan, agar ikut melakukan upaya eliminasi sarang nyamuk di lingkungan mereka masing-masing. Pengendalian vektor yang terintegrasi juga akan berdampak terhadap pengendalian pada penyakit lainnya.

Menurutnya, pada upaya pengendalian dengue tidak hanya bertumpu pada data klinis manusianya, tetapi data terkait lingkungan, serta vektornya. Selain itu, surveillance dengan melibatkan masyarakat penting untuk dilakukan. Data yang terkumpul dari berbagai sumber itu, dapat dipakai sebagai dasar melakukan mitigasi.

Endang menjelaskan, dengan data dan analisa yang akurat, diharapkan mampu menghasilkan kebijakan yang tepat.

Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Jaya Mualimin mengungkapkan, Provinsi Kalimantan Timur memiliki wilayah yang cukup luas, lebih dari 127 ribu Km2.

Jaya menjelaskan, wilayah seluas itu, dengan curah hujan yang cukup tinggi memungkinkan sebaran kasus dengue yang cukup tinggi. Ia mengungkapkan pihaknya menerapkan Sistem Kewaspadaan Dini dan Responsif (SKDR) terkait dengue.

"Kami waspada satu tahun penuh, 52 minggu. Setiap minggu kami melaporkan sebaran kasus dengue yang terjadi di setiap wilayah," ucapnya.

Jaya menambahkan, laporan tersebut akan segera ditindaklanjuti oleh fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.

Menanggapi kondisi tersebut, anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani berpendapat, dengan dahsyatnya dampak kematian akibat dengue, pemerintah tidak boleh abai dalam menghadapi ancaman tersebut.

Irma mengakui, saat ini belum ada solusi yang menyeluruh bagi masyarakat dalam menghadapi dengue. Ia menjelaskan, sejatinya sudah ada Germas dalam penanggulangan dengue, tetapi gerakan itu belum cukup luas.

"Jika pemerintah terlambat merespon, beban yang ditanggung negara dan masyarakat akan semakin besar," tegas Irma.

Ketua Komite Imunisasi Nasional, Prof. Sri Rezeki Hadinegoro berpendapat, pemanfaatan vaksin dalam penanggulangan dengue harus dipertimbangkan secara matang dari sisi prioritas dan keamanan dalam pengaplikasiannya kelak.

Ia mengungkapkan, saat ini sedang dikaji opsi pengendalian dengue dengan pengaplikasian vaksin. Selain itu, Sri juga mendorong pengendalian vektor berbasis komunitas, sebagai bagian upaya penanggulangan dengue di tanah air.

Adapun Anggota IDAI, Hartono Gunardi mengapresiasi hadirnya KOBAR Lawan Dengue, karena sebagian besar yang terinfeksi virus dengue adalah anak-anak.

"60% yang terkena dengue itu anak usia di bawah 14 tahun," tuturnya.

Sedangkan Sekjen Adinkes, Widyastuti berpendapat, upaya mengontrol vektor, imunisasi, dan komunikasi yang baik merupakan langkah yang harus dilakukan dalam penanggulangan dengue.

(prf/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads