Dukungan DPR terhadap skema pembagian hasil antara pengemudi ojek online dan aplikator dengan batas maksimal 10% untuk aplikator tidak hadir secara tiba-tiba. Di balik keputusan ini, ada perjuangan panjang dan konsistensi sejumlah anggota DPR yang sejak lama vokal memperjuangkan keadilan bagi para driver ojol.
Salah satu sosok yang mendapat sorotan publik dalam perjuangan ini adalah Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu. Sebagai Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian aktif memperjuangkan nasib para pengemudi transportasi daring.
Dalam berbagai kesempatan, Adian menyatakan dukungannya terhadap Asosiasi Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia yang meminta agar pemerintah dan aplikator Gojek-Grab menurunkan potongan biaya aplikasi menjadi 10% dari yang sebelumnya 20%.
Adian menilai hal tersebut bukan sekadar urusan angka, melainkan soal nilai kemanusiaan.
"Maka angka-angka itu tak ada artinya dibanding nilai kemanusiaan. Setuju, 10% [potongan biaya aplikasi]," kata Adian beberapa waktu lalu.
Sikap tegas Adian juga diakui oleh berbagai kalangan. Seperti Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas yang menyebut bahwa Adian termasuk sosok yang konsisten membela driver ojol.
"Saya melihat sosok Adian Napitupulu cukup konsisten dengan standing poin di barisan para pengemudi ojek online. Sebagai Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI, ia sangat vokal mempermasalahkan dominasi aplikator dan biaya asuransi berlapis yang membebani driver," ungkap Hairunnas, Jumat (19/9/2025).
"Pernyataannya tegas 'jangan biarkan aplikator mengambil lebih banyak daripada mereka yang bekerja di jalan setiap hari'. Saya melihat Adian tidak hanya membela pengemudi, tetapi juga masa depan anak-anak mereka, generasi penerus bangsa yang kesejahteraannya ditopang oleh penghasilan orang tuanya," sambungnya.
Namun, dukungan DPR bagi driver ojol pun bukanlah hasil dari tekanan demo semata. DPR dinilai telah lama mengawal aspirasi driver ojol melalui mekanisme formal dan dialog yang berkelanjutan.
Seperti diketahui, aliansi pengemudi ojek online Garda Indonesia menyebut pimpinan DPR dan Komisi V DPR telah menyepakati besaran potongan tarif bagi hasil antara pengemudi dengan aplikator. Ketua Umum Garda Indonesia Raden Igun Wicaksono mengatakan pimpinan DPR RI menyepakati tarif potongan sebesar 10 persen untuk aplikator.
Menanggapi langkah ini, Hairunnas menilai DPR telah menjalankan fungsi penyaluran aspirasi secara optimal.
"Saya memandang hal ini tetap patut diapresiasi. Upaya mengakomodasi persoalan yang menyentuh kehidupan sehari-hari jutaan warga menunjukkan adanya keseriusan DPR untuk berbenah diri," ujar Hairunnas.
Tak hanya itu, Hairunnas juga menyoroti langkah DPR yang memasukkan RUU Transportasi Online ke dalam daftar Prolegnas 2026. Menurutnya, ini merupakan sinyal positif bahwa aspirasi driver ojol ditanggapi serius dalam bentuk regulasi konkret.
"Ini merupakan wujud nyata perhatian DPR terhadap nasib kawan-kawan pengemudi ojol yang sudah berlangsung lama," ucap Peneliti Spektrum Politika Institute itu.
"Masuknya RUU Transportasi Online ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) menurut saya memberi sinyal bahwa isu ini tidak berhenti pada janji, melainkan sedang diupayakan menjadi kerangka hukum yang lebih konkret," lanjut Hairunnas.
Meski demikian, Hairunnas mengingatkan bahwa kebijakan ini masih perlu diuji dari berbagai sisi agar tidak menciptakan masalah baru.
"Saya melihat usulan ini masih perlu diuji dari segi keberlanjutan model bisnis. Aplikator tidak hanya menghadapi biaya operasional dan teknologi, tetapi juga tekanan kompetisi antar-platform dan perubahan perilaku konsumen," jelasnya.
"Jika regulasi terlalu membebani salah satu pihak, dikhawatirkan model bisnis menjadi tidak sehat dan justru merugikan ekosistem transportasi daring," tambah Hairunnas.
Sebagai solusi, Hairunnas menyarankan Pemerintah dan DPR mempertimbangkan skema pembagian beban yang lebih adil, misalnya lewat insentif fiskal atau subsidi tertentu.
"Misalnya melalui insentif fiskal atau subsidi tertentu yang menjaga keberlanjutan inovasi tanpa mengorbankan kesejahteraan pengemudi," sebutnya.
Hairunnas menekankan bahwa keberhasilan kebijakan ini akan diukur dari seberapa besar komitmen DPR untuk benar-benar mengawal implementasinya hingga menyentuh keadilan substantif.
"Saya menyimpulkan bahwa yang dibutuhkan bukan sekadar komitmen verbal, melainkan regulasi yang jelas, adil, dan terukur. DPR harus memastikan mekanisme pengawasan berjalan efektif, aplikator tidak lari dari tanggung jawab, dan pengemudi memperoleh hak yang layak dari kerja keras mereka di jalanan," paparnya.
"Jika hal ini benar-benar terwujud, saya percaya akan lahir preseden penting, suara rakyat kecil tidak hanya didengar, tetapi diwujudkan dalam kebijakan nyata yang memberi keadilan," imbuh Hairunnas.
Sebelumnya, aliansi ojol sempat melakukan aksi demonstrasi dengan membawa tujuh tuntutan. Di antaranya adalah: mendesak DPR agar segera memasukkan RUU Transportasi Online dalam Prolegnas; menuntut potongan maksimal 10% dari aplikator; serta mendesak regulasi tarif pengantaran barang dan makanan yang lebih berpihak pada driver.
Mereka juga menuntut audit potongan 5% yang selama ini diambil aplikator; penghapusan program aplikator yang merugikan seperti aceng, slot, multi order, dan membership berbayar; hingga permintaan pergantian Menteri Perhubungan.
Aliansi tersebut mengaku telah diterima langsung oleh perwakilan DPR untuk menyampaikan tuntutannya secara resmi.
(akd/akd)