Waka MPR Bicara Sistem Perbukuan yang Baik untuk Cerdaskan Anak Bangsa

Waka MPR Bicara Sistem Perbukuan yang Baik untuk Cerdaskan Anak Bangsa

Hana Nushratu Uzma - detikNews
Rabu, 20 Agu 2025 18:58 WIB
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat
Foto: MPR
Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) menekankan sistem perbukuan yang baik. Sebab, hal itu merupakan salah satu instrumen pemenuhan hak mencerdaskan kehidupan setiap warga negara yang diamanatkan oleh UUD 1945.

"Buku berperan penting dalam pemenuhan hak-hak pendidikan warga negara. Membaca merupakan wadah utama untuk mencapai tata kelola pengetahuan yang baik," kata Rerie, dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).

Imbauan tersebut disampaikan Rerie saat membuka diskusi daring bertema Tata Kelola Pengetahuan dan RUU Buku di Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (20/8).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Rerie, salah satu fondasi kemajuan peradaban bangsa adalah tata kelola pengetahuan yang diperoleh dari kemudahan akses pada buku, kebiasaan dan kemampuan membaca. Namun, berdasarkan survei UNESCO 2024, minat baca masyarakat Indonesia 0,001%, atau hanya satu dari seribu orang yang gemar membaca secara aktif.

"Sementara laporan PISA 2022, mencatat skor literasi membaca siswa Indonesia yakni 371, berada jauh di bawah rata-rata negara OECD," kata Anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah tersebut.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan kondisi itu, Rerie juga mengungkapkan inisiatif untuk merevisi Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan mulai dicanangkan sejak 2023. Salah satu tujuannya adalah agar kebijakan terkait perbukuan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital, perlindungan hak cipta, sekaligus meningkatkan literasi dan daya saing sumber daya manusia (SDM) nasional.

"Saya mendorong agar para pemangku kepentingan dapat melahirkan kebijakan yang mampu meningkatkan literasi digital dan literasi informasi yang efektif meningkatkan tata kelola pengetahuan sehingga mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai bagian pelaksanaan amanah konstitusi UUD 1945," kata Rerie.

Pengusul RUU tentang Perbukuan sekaligus Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mengungkapkan usul untuk merevisi UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan itu sejatinya sudah dilakukannya pada keanggotaan DPR periode yang lalu.

Willy mengungkapkan upaya revisi UU Nomor 3 Tahun 2017 itu agak terbengkalai karena pihaknya sibuk memperjuangkan sejumlah undang-undang lain.

Menurut Willy, apa yang diusulkan terkait kebijakan perbukuan bukan sekadar revisi, tetapi lebih pada perubahan karena kebijakan yang diusulkan sangat fundamental secara isi dan substansi. Usulan perubahan kebijakan terkait sistem perbukuan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa itu adalah merupakan tugas suci dalam menjalankan amanat konstitusi," ujar Willy.

Menurut Willy, tata kelola perbukuan yang merupakan sumber ilmu pengetahuan saat ini masih belum memadai. Ia berpendapat penghargaan terhadap penulis, penerbit, dan ilmu pengetahuan yang disampaikan pada sebuah buku masih relatif rendah.

"Upaya perubahan UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, saat ini sedang diupayakan masuk dalam perubahan Prolegnas (program legislasi nasional) pada bulan depan," ujar Willy.

Sementara itu, Direktur Utama PT Balai Pustaka (Persero), Achmad Fachrodji mengungkapkan, pihaknya sudah berusia 108 tahun dan memiliki sejarah yang sangat panjang di bidang penerbitan buku. Menurut Achmad, saat ini Balai Pustaka memiliki 6.000 judul buku antara lain berupa novel klasik, cerita rakyat, dan karya sastra lainnya.

"Sejumlah kelemahan pada UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, antara lain kurangnya implementasi dan pengawasan dalam realisasinya," ujar Achmad.

Diakuinya, buku berkualitas saat ini sulit didapat di daerah tertinggal. Achmad menambahkan kebijakan yang ada saat ini, kurang fokus pada literasi digital dan cenderung fokus pada buku fisik.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Arys Hilman Nugraha mengungkapkan sejak 3 tahun lalu IKAPI sudah meminta badan keahlian Komisi X DPR RI untuk menyampaikan usulan terkait penerapan sistem perbukuan yang lebih baik. Arys mengaku sangat senang dengan upaya perbaikan sistem perbukuan yang tidak hanya sekadar revisi, tetapi sebuah perubahan kebijakan.

"UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan sangat bias terhadap buku pendidikan dan buku pelajaran sekolah," jelas Arys.

Selain itu, kata Arys, pada kebijakan tersebut tidak diatur terkait bagaimana menumbuhkan budaya membaca di masyarakat. Menurut Arys, bila sebuah kebijakan hanya mengatur sisi hulu, terkait penerbit dan penulis yang harus mampu memproduksi karya berkualitas, tanpa ada kewajiban di sektor hilir seperti menumbuhkan minat baca masyarakat, buku yang diproduksi tidak ada yang beli.

"Pasarnya harus dibangun dengan terus menumbuhkan budaya baca masyarakat melalui berbagai cara, sehingga produk buku berkualitas yang dihasilkan dapat diserap," ungkap Arys.

Di samping itu, Pendiri perpustakaan Baca di Tebet Kanti W Janis berpendapat sebuah kebijakan bila tidak memuat ketentuan yang memaksa untuk menerapkannya bukanlah kebijakan yang baik.

Menurut Kanti, kebijakan terkait sistem perbukuan harus memiliki landasan berpikir untuk mewujudkan Indonesia yang maju, beradab, dan berkeadilan sosial.

"Selain itu, juga harus mampu membentuk orang Indonesia yang berbudi pekerti baik dengan pemikiran-pemikiran bermutu yang mencerdaskan bangsa," jelas Kanti.

Kanti menyebut sang penulis harus dihargai dan dilindungi hak-haknya agar bisa menghasilkan karya yang bermutu. Menurut Kanti, yang menyebabkan harga buku mahal saat ini karena buku dikenakan pajak berantai dari pajak kertas, PPN buku, hingga pajak dari royalti.

Wartawan senior Usman Kansong berpendapat sambil menunggu lahirnya perubahan undang-undang sistem perbukuan, pemerintah bisa melakukan sejumlah upaya untuk menghidupkan ekosistem perbukuan kita. Menurutnya, saat ini dalam tata kelola perbukuan di tanah air terkesan tidak ada kehadiran pemerintah.

Usman mengatakan sejumlah langkah diskresi, bisa dilakukan pemerintah untuk membantu jalannya sistem perbukuan, seperti ikut aktif meningkatkan minat baca masyarakat dan memangkas atau menghilangkan pengenaan pajak pada sejumlah komponen dalam produksi buku.

"Harus ada langkah konkret yang segera dari pemerintah untuk memperbaiki sejumlah kebijakan dalam upaya menghidupkan dunia perbukuan di Indonesia," tegasnya.

Sebagai informasi, diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Luthfi Assyaukanie, PhD itu menghadirkan Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya, Direktur Utama PT Balai Pustaka (Persero) Dr Ir Achmad Fachrodji, dan Ketum IKAPI Arys Hilman Nugraha sebagai narasumber. Selain itu hadir pula Pendiri perpustakaan Baca di Tebet sekaligus Ketua Koperasi Penulis Bangsa Indonesia Kanti W Janis sebagai penanggap.

(akd/akd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads