Jebolan KPK memiliki jalan berbeda-beda usai selesai tugas di lembaga antirasuah. Para alumni KPK ini ada yang kembali menjadi hakim, bergabung ke partai politik hingga berstatus tersangka.
Seperti Nawawi Pomolango, eks Ketua KPK, yang kembali ke institusi awal sebagai hakim. Begitu juga dengan eks anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Albertina Ho, yang kini menjadi hakim lagi.
Ada juga Lili Pintauli Siregar, eks Wakil Ketua KPK, yang merapat ke partai politik dan menjadi staf khusus pejabat daerah. Menjadi 'pembantu' kepala daerah juga sempat dilakukan oleh Bambang Widjojanto (BW), Wakil Ketua KPK zaman Abraham Samad menjadi Ketua KPK.
Namun nahas dengan Ketua KPK Firli Bahuri. Dia justru menyandang status tersangka pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL. Penyidikan kasus Firli ini masih bergulir di Polda Metro Jaya.
Dirangkum detikcom, Senin (12/5/2025), berikut ini kisah jalan berbeda-beda dari beberapa jebolan KPK:
1. Nawawi Pomolango Jadi Ketua PT Banjarmasin
Tugas Nawawi Pomolango sebagai pimpinan KPK selesai pada 20 Desember 2024. Setelah tak lagi di KPK, Nawawi berkarier di Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin.
Dalam surat Tim Promosi Mutasi (TPM) Mahkamah Agung (MA) yang diterima dari Jubir MA, Yanto, Nawawi mendapat promosi bertugas di PT Banjarmasin. Nawawi akan menjabat sebagai Ketua PT Banjarmasin.
"Betul, Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin, sesuai dengan TPM hari ini ya," ujar Yanto saat dikonfirmasi, Jumat (20/11/2024).
Dalam hasil TPM itu, tertulis jabatan Nawawi Pomolango sebelumnya hakim PT Denpasar. Sebelum menjabat sebagai pimpinan KPK, Nawawi memang berprofesi sebagai hakim. Dia memulai kariernya pada 1992 di Pengadilan Negeri (PN) Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah.
Kemudian Nawawi mulai mulai dikenal publik saat bertugas di PN Jakarta Pusat dalam kurun 2011-2013. Nawawi kerap mengadili sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK.
Yanto menjelaskan saat Nawawi menjadi pimpinan KPK dia tidak mundur dari MA. Dia mengatakan aturan seperti ini sama dengan aturan penegak hukum lainnya.
"Nggak, kalau hakim nggak. Sama kayak polisi, jaksa, juga begitu. Contoh Karyoto begitu mundur Kapolda, contoh Pak Warih (Warih Sadono) begitu mundur Kajati, jadi sama. Yang harus mundur kalau mencalonkan partai politik misalnya DPR, mundur. Calon gubernur juga izin, kalau nggak terpilih ya balik," jelas Yanto.
(fas/fas)