detik's Advocate

Penagihan Kartu Kredit dengan Sebar Data Pribadi, Saya Harus Bagaimana?

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 11 Okt 2024 10:17 WIB
Foto: Ilustrasi kartu kredit (Rachman Haryanto/detikcom).
Jakarta -

Prinsipnya, utang harus dibayar lunas. Namun bagaimana cara menagihnya? Bolehkah menyebar data pribadi?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate. Berikut pertanyannya:

Saya Sherley. Nasabah kartu kredit bank BUMN. Saya nasabah sudah lama yang tidak pernah telat bayar. Dikarenakan COVID dan suami saya tidak bekerja, akhirnya saya tidak dapat membayar dan masuk dalam kredit macet.

Saya mencoba mengajukan keringanan dengan mencicil Rp 200.000/bulan tetapi dikatakan tidak bisa dan diharuskan melakukan pembayaran 1 kali dengan nominal yang lumayan banyak.

Singkat cerita, debt collector (DC) mulai menelepon keluarga saya yang tidak pernah masuk dalam kontak darurat saya. Menelepon adik saya dan ipar saya. Bahkan mempermalukan adik saya dengan menelepon ke teman-teman dan rekan bisnis adik saya yang sama sekali saya tidak kenal.

Mereka mengatakan hal yang memfitnah adik saya dengan mengatakan yang memakai kartu kredit adalah adik saya. Padahal adik saya tidak mengetahui hal tersebut.

Apakah bank sebesar bank BUMN melakukan hal di luar aturan OJK yang merugikan orang lain yang sama sekali tidak ada hubungan dengan tunggakan saya?

Apakah dengan mempermalukan orang yang tidak berutang dengan bank berharap dengan ketidakmampuan saya sekarang untuk membayar memaksa saya untuk membayar?

Saya sudah menerima konsekuensi dengan masuk ke slik OJK. Kalau dana saya sudah siap, saya pasti akan langsung ke bank. Tolong respons dari bank karena ini sangat mengganggu dan meresahkan adik saya.

Pertanyaan saya lagi, dari mana DC mendapatkan kontak teman-teman dan rekan bisnis adik saya dan teman-teman ipar saya?

Ini sama saja melakukan pelanggaran pengambilan dan penyebaran data orang tanpa izin dan merugikan orang lain. Kalau bisnis adik saya terganggu oleh ulah bank, apakah bank mau bertanggung jawab? Karena yang berutang ke bank, bukan adik saya.

Saya harus bagaimana?

Terima kasih.

Sherley

JAWABAN

Untuk menjawabnya, kami meminta pendapat hukum dari Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. Berikut jawabannya:

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudari sampaikan. Kami akan coba membantu untuk menjawabnya.

Perjanjian kartu kredit dapat dikategorikan sebagai kegiatan pinjam meminjam sehingga bersandar kepada ketentuan Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa, pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Untuk itu, timbul suatu hubungan keperdataan yaitu pihak Saudari selaku debitur dan pihak bank selaku kreditur.

Oleh karena terkait dengan hukum perjanjian, maka tunduk kepada ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Selain itu, juga bersandar kepada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yakni sepakat, cakap, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.

Dengan disepakatinya perjanjian di antara para pihak, maka timbul hak dan kewajiban hukum diantara mereka. Oleh karena itu, berlaku pula ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) dan Ayat (3) KUHPerdata, yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya; Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Pihak bank tetap mempunyai hak untuk menagih utang kartu kredit Saudari, karena pada dasarnya menurut ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata, suatu perikatan baru bisa hapus disebabkan oleh hal-hal berikut :
Karena pembayaran; Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; Karena pembaruan utang; Karena perjumpaan utang atau kompensasi; Karena percampuran utang; Karena pembebasan utang;Karena musnahnya barang yang terutang; Karena kebatalan atau pembatalan; Karena berlakunya suatu syarat pembatalan; dan Karena lewat waktu.

Terkait dengan keberatan Saudari atas perlakuan bank dalam penagihan kartu kredit, maka menurut ketentuan Pasal 191 Ayat (1) Huruf (a) Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 Tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PBI 23/6/2021), dinyatakan bahwa dalam melakukan penagihan kartu kredit, Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan sumber dana dengan penerbitan kartu kredit wajib mematuhi pokok etika penagihan utang termasuk namun tidak terbatas pada menjamin penagihan utang, baik yang dilakukan oleh PJP sendiri atau menggunakan penyedia jasa penagihan, dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 32 Ayat (1) dan (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Perlindungan Konsumen Bank Indonesia (PBI 3/2023), dinyatakan :

1. Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan dan keamanan data dan/atau informasi Konsumen;
2. Kewajiban menjaga kerahasiaan dan keamanan data dan/atau informasi Konsumen sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apabila Saudari merasa adanya pelanggaran dalam penagihan kartu kredit, maka Saudari dapat melakukan pengaduan kepada Bank Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 53 Ayat (2) Huruf (b) PBI 3/2023, yang menyatakan bahwa pengaduan yang disampaikan kepada Bank Indonesia berupa adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Bank Indonesia yang dilakukan oleh Penyelenggara. Lebih lanjut dalam Ayat (3), dinyatakan bahwa pengaduan yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan dengan ketentuan Konsumen telah menyampaikan pengaduan kepada Penyelenggara namun tidak terdapat kesepakatan antara Konsumen dengan Penyelenggara.

Sehubungan dengan keberatan Saudari dalam memenuhi kewajiban karena keterbatasan finansial saat ini, maka kami menyarankan agar Saudari mengajukan restrukturisasi.

Dikutip dari situs www.ojk.go.id, restrukturisasi adalah keringanan pembayaran cicilan pinjaman kepada bank/leasing. Restrukturisasi bukan penghapusan utang, tetapi memberikan keringanan untuk membayar cicilan utang.

Cicilan pinjaman tetap harus dibayar namun diberikan keringanan berdasarkan penilaian dan kesepakatan bersama antara nasabah dengan bank. Bentuk-bentuk keringanan kredit yang bisa diberikan oleh bank dapat berupa penghentian bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, dan/atau pengurangan tunggakan bunga.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat. Salam.

Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners www.lawofficeelma.com

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.




(asp/whn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork