Emirsyah Satar membacakan pleidoi usai dituntut 8 tahun bui dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait pengadaan sub 100 seater pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Ia mengaku tak akan memilih menjadi Dirut PT Garuda Indonesia jika waktu dapat diputar kembali.
"Apabila waktu dapat diputar kembali, maka saya akan memilih untuk tidak menjabat sebagai Direktur Utama Garuda, karena kekhilafan yang saya lakukan telah mengecewakan seluruh rakyat Indonesia dan khususnya keluarga serta kerabat saya. Saya juga harus kehilangan istri tercinta dan Ibunda saya," kata Emirsyah Satar dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Emirsyah mengaku menerima tawaran sebagai Dirut PT GA dengan semangat ingin berbakti kepada negara dan mengembangkan Garuda menjadi perusahaan kelas dunia. Dia mengatakan saat itu Garuda memiliki banyak hutang atau pailit.
Saat membacakan pleidoinya, Emirsyah menyebut Garuda pada tahun 2005 dapat dikatakan dalam keadaan praktis bangkrut. Tidak seperti Garuda di saat jayanya dengan nilai miliaran dolar dan mampu IPO di tahun 2011 dengan valuasi USD 1,8 miliar atau Rp 18 triliun di mana negara mendapatkan Rp 4,7 triliun dengan melepas 26% saham ketika IPO.
Selain itu, Emirsyah memaparkan, pada tahun 2005 Garuda memiliki banyak utang (USD 800 juta) dan kas perusahaan tidak cukup menutupi operasional, termasuk membayar gaji karyawan, serta kreditur mengancam menyita pesawat. Emirsyah menyebut nilai Garuda negatif (secara hukum pailit).
"Di lain sisi utilisasi pesawat tidak optimal karena sistem perawatan mesin yang tidak efisien dan mahal, mengakibatkan On Time Performance-nya jelek, yang artinya pesawat Garuda sering delay," kata Emirsyah.
"Dari semua penjelasan di atas, dapat saya katakan bahwa pada intinya saya sebagai Direktur Utama Garuda beserta seluruh karyawan Garuda berhasil menyelamatkan Garuda dari kepailitan di tahun 2005 menjadi perusahaan dengan nilai US$ 1,8 miliar atau Rp 17 triliun di tahun 2011 pada saat Garuda IPO (Initial Public Offering) atau Go Public (Tbk) bulan Januari 2011," tambahnya.
Dia mengatakan tak pernah melakukan intervensi terkait pengadaan pesawat di PT GA. Dia menuturkan keputusan pengadaan pesawat diambil melalui dewan direksi secara kolegial.
"Perlu saya tegaskan meskipun ada hubungan komunikasi dan kemudian pemberian uang dari Soetikno Soedarjo, seluruh proses pengadaan di Garuda tetap berjalan sesuai prosedur dan saya tidak pernah sama sekali mengintervensi atau mengarahkan pengadaan untuk keuntungan pihak manapun selain Garuda," katanya.
"Keputusan pengadaan selalu diambil Dewan Direksi secara kolegial berdasarkan usulan tim dalam forum rapat resmi, serta juga diminta persetujuan Dewan Komisaris karena kami semua berkomitmen untuk membesarkan Garuda," ucapnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(mib/yld)