"Kita punya 1.100 suku bangsa dan lebih dari 680 bahasa, bayangkan jika kita bangkit bersama-sama. Korea Selatan mungkin membutuhkan 25 tahun, tetapi dengan kepercayaan diri penuh, kita bisa katakan bahwa dalam lima tahun ke depan menghadirkan bukan hanya satu Korea, tetapi 100 Korea," ujar Hilmar dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (11/7/2024).
Hilmar mengambil Korea Selatan sebagai contoh negara yang telah berhasil melakukan transformasi budaya dalam kurun waktu 25 tahun dengan homogenitas etnik dan linguistik. Menurutnya tak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan Korea Selatan menjadi sangat maju dan dikenal di kancah global.
Menurutnya, hal yang perlu dijadikan pelajaran adalah Korea Selatan telah menunjukkan bagaimana modal kebudayaan dapat diorganisasi untuk menjadi energi pembangunan nasional.
"Kita perlu belajar dari bagaimana Korea mengelola modal kultural mereka dengan lembaga yang lincah di tingkat global. Yang tak kalah penting adalah konsistensi. Meski pemerintahan mereka mengalami jatuh bangun, urusan kebudayaan sebagai basis tetap berjalan lurus. Ini yang belum kita tunjukkan," ujarnya.
"Presiden Jokowi pernah mengatakan, jika kita menjalankan kebudayaan, kita tidak perlu mengejar negara maju. Gunakan kebudayaan sebagai sumber kekuatan," sambungnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X yang juga turut hadir dalam Panggung Warisan Budaya. Dia mengatakan kebudayaan memiliki dampak yang sangat dahsyat bagi pembangunan suatu negara.
Oleh karenanya dia menjaga generasi muda untuk mulai mengenali potensi kebudayaan Indonesia dan berupaya memajukannya sehingga dapat bersaing secara global. "Seringkali kita melihat rumput tetangga lebih hijau, mungkin karena mereka merawat rumput mereka. Ini saatnya kita melihat tempat kita berdiri dan mulai merawat 'rumput' kita dan bukan tidak mungkin rumput kita lebih hijau dari rumput tetangga," tuturnya.
(dwia/dwia)