KPK menahan dua tersangka di korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif pada 2018-2020 di PT Amarta Karya. Manajemen PT Amarta Karya (Persero) kembali menegaskan bahwa pihaknya mendukung langkah KPK.
Sekretaris perusahaan PT Amarta Karya (AMKA) Brisben Rasyid juga menegaskan tersangka PSA bukan lagi sebagai karyawan sejak 2022. Sedangkan tersangka DP juga disebut bukan lagi berstatus karyawan sejak awal 2024.
"Sebagai informasi bahwa tersangka PSA sudah bukan lagi sebagai karyawan PT Amarta Karya sejak awal tahun 2022, sedangkan tersangka DP tercatat sudah bukan lagi sebagai karyawan PT AMKA sejak awal tahun 2024," ujar RBrisben Rasyid, dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (16/5/2024).
Brisben lantas meyakinkan kepada seluruh pemangku kepentingan bahwa aktivitas manajemen PT AMKA tetap berjalan normal.
"Bahwa proses bisnis perusahaan tetap berjalan sebagaimana mestinya dengan berlandaskan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan selaras dengan AKHLAK sebagai core values perusahaan sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara," jelasnya.
KPK Tetapkan 2 Tersangka
Diketahui sebelumnya, KPK menahan dua tersangka di korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif pada 2018-2020 di PT Amarta Karya. Dua orang tersebut adalah PSA dan DP, yang merupakan pegawai PT Amarta Karya.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengatakan fakta persidangan terdakwa Catur Prabowo mengungkap keterlibatan pihak lain dalam proyek tersebut. Pihak lain yang dimaksud adalah tersangka PSA dan DP, yang turut menikmati aliran uang.
"Atas fakta hukum tersebut, dilakukan pengembangan penyidikan dan pengumpulan alat bukti dengan menetapkan dan mengumumkan sebagai tersangka," kata Asep dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Dua tersangka itu merupakan orang kepercayaan Catur Prabowo, yang ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Dua orang itu berkoordinasi dengan Trisna Sutisna selaku Direktur Keuangan PT AK (Persero).
"Dengan persetujuan Trisna Sutisna, PSA dan DP kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang akan dijadikan seolah-olah sebagai subkontraktor dari PT AK (Persero)," katanya.
Para tersangka dikenai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(dwia/dwia)