Kasus Ibu Bunuh Anak di Bekasi Dinilai Membalikkan Stereotipe Ekonomi

Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Sabtu, 09 Mar 2024 08:49 WIB
Adrianus Meliala (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Polisi masih menyelidiki kasus ibu di Bekasi berinisial SNF (26) yang tega membunuh anaknya, AM (5), dengan cara menusuk 20 kali. Sejauh ini sudah ada lima orang saksi yang diperiksa polisi, termasuk suami pelaku.

"Setidaknya sudah 5 saksi yang dilakukan pemeriksaan, 3 di antaranya sekuriti, kemudian 1 kerabat Tersangka, yang 1 lagi saudara dari suaminya Tersangka," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (8/3/2024).

"Saat ini penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap suami Tersangka atau bapak dari korban," tambah Ade Ary.

Polisi telah melakukan gelar perkara dan menetapkan SNF sebagai tersangka. Kriminolog pun memberikan analisisnya mengenai kasus ini.

Kriminolog dari Universitas Indonesia Adrianus Meliala mulanya menyoroti SNF yang tinggal di perumahan elite. Adrianus menganalisis SNF adalah warga yang termasuk golongan kelas atas karena tinggal di perumahan elite di Bekasi.

"Saya mau tekankan soal ini ya, kan juga disebutkan bahwa yang bersangkutan tinggal di atau merupakan warga di perumahan yang katanya elite. Artinya. berasal dari kelas menengah atas. Kan dijelaskan suaminya sedang bekerja di kota lain, bisa dikatakan suaminya penghasilannya oke, sehingga istrinya tidak usah ikut," kata Adrianus Meliala kepada wartawan.

"Jadi kasus ini memang menjelaskan bahwa ternyata gangguan jiwa yang berat juga diidap oleh kelas menengah atas," sambungnya.

Setelah melihat kasus ini, Adrianus mengatakan gangguan jiwa bisa juga terjadi kepada masyarakat kelas menengah atas. Dia menyebut gangguan jiwa yang sudah parah bisa membuat seseorang melakukan tindak pidana.

Kasus di Bekasi itu seolah membalikkan stereotipe ekonomi, yang selama ini sering dipersepsikan bahwa kelas ekonomi bawah alias kaum miskin lebih identik dengan kriminalitas, sedangkan kelas ekonomi atas cenderung lebih berbudaya dan sehat jiwa-raga. Ternyata tidak juga.

"Tidak hanya itu, gangguan jiwa menjadi gangguan yang menghasilkan tindak pidana, seperti pembunuhan. Kenapa saya mengatakan begitu, karena kalau ini ada kecenderungan ada semacam tudingan bahwa hanya orang miskin yang ekonominya yang lemah, yang mampu mengalami gangguan jiwa, orang kaya semuanya sehat dan tidak mungkin melakukan perilaku yang melanggar hukum," katanya.

"Nah, makanya kasus ini menampilkan sebaliknya bahwa orang yang kaya pun ternyata tidak seperti yang kita bayangkan juga ada yang rentan juga dalam rangka menjadi penderita gangguan jiwa," imbuhnya.

Adrianus mengatakan penghuni rumah yang memiliki masalah kejiwaan, jika tidak ditangani, akan berakhir dengan tindakan yang mengerikan. Adrianus menyebut SNF bisa menusuk anaknya sampai 20 kali karena tidak ada seorang pun di sekeliling yang bisa menghentikan itu.

"Ketika tindak pidana tidak ada yang nahan, tidak ada yang melihat dan mengatakan 'setop', makanya itu kenapa bisa terjadi 20 tusukan, itu kan pasti 2-3 menit. Andai saja itu terjadi di kampung, pasti sudah dihentikan, sudah ditangkap si ibu," katanya.

"Dengan kata lain, di balik tembok-tembok orang kaya itu juga ada bom waktu. Kalau ternyata penghuni yang bermasalah dalam kejiwaan, maka kemudian meledak berakhir sesuatu tindakan yang mengerikan mungkin itu," imbuhnya.

Baca halaman selanjutnya>>

Simak Video 'Fakta-fakta Ibu Tusuk Anak 20 Kali hingga Tewas di Bekasi':






(whn/dnu)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork