Menu makanan stunting atau Pemberian Makan Tambahan (PMT) oleh Pemerintah Kota Depok menuai sorotan. Dengan anggaran Rp 4,9 miliar, menu makanan yang disajikan dinilai tidak mengandung cukup gizi.
Dirangkum detikcom, Sabtu (18/11/2023), kasus ini berawal dari sebuah unggahan di media sosial pada Kamis (16/11). Unggahan itu memperlihatkan menu PMT yang hanya berisi tahu dan nugget di d dalam stoples. Stoples itu pun ditempeli stiker wajah Wali Kota Depok M Idris dan Wakil Wali Kota Depok Imam Budi Hartono bertuliskan 'Bocah Depok Kudu Sehat Prestasi Hebat, Stunting Minggat'.
Pemkot Depok lalu buka suara. Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Depok Mary Liziawati mengatakan menu makanan di PMT tersebut telah mengacu kepada petunjuk teknis (juknis) dari Kementerian Kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kita mengikuti juknis tersebut (Kemenkes) bahwa PMT yang diberikan kepada balita ini adalah PMT lokal berarti dengan bahan dasar lokal yang diolah oleh UMKM. Kita mengikuti juknis tersebut dengan pemberian selama 28 hari dengan 6 hari kudapan dan 1 hari makanan bekal," kata Mary kepada wartawan di Balai Kota Depok, Kamis (16/11).
Asal Usul Anggaran Menu Stunting di Depok
Mary juga menjelaskan asal usul anggaran Rp 4,9 miliar terkait kebijakan bantuan makanan stunting di Depok yang hanya berisi tahu dan nugget. Dia mengatakan uang itu berasal dari dana insentif daerah.
"Jadi kita anggarannya, dari anggaran dana insentif daerah (DID). Pemkot Depok mendapat penghargaan insentif fiskal kinerja penggunaan stunting dari pemerintah pusat yang diterima sekitar akhir Oktober sehingga anggaran ini masih anggaran perubahan. Jadi anggarannya APBN ya," kata Mary.
Mary menjelaskan, dari DID, pihaknya menerima Rp 6,6 miliar dari pemerintah pusat. Dari Rp 6,6 miliar, sebanyak Rp 4,9 miliar digunakan untuk PMT lokal.
"Nah jadi ini yang mungkin disampaikan dengan waktu yang sangat pendek sehingga tanggal 10 November kemarin kita sudah mulai program ini dengan persiapan yang pendek. Mungkin sosialisasi belum sampai ke masyarakat bahwa PMT lokal ini bentuknya 6 hari kudapan 1 hari makanan lengkap dan nanti berulang sampai 28 hari," jelasnya.
Mary menjelaskan PMT yang diberikan kepada balita itu pun sudah memenuhi standar gizi. Hanya, hal itu belum tersosialisasi ke masyarakat hingga ramai diperbincangkan.
"Persepsinya selama ini yang sering dilakukan PMT Kota Depok adalah PMT yang diberikan dengan non-anggaran pemerintah ya, baik pihak swasta, CSR perusahaan, kemudian dari PKK dengan anggaran sponsor, anggaran CSR gitu. Jadi selalu diberikan menu lengkap. Belum pernah memang PMT lokal dalam bentuk kudapan," ungkapnya.
Pemkot Sebut Menu Stunting Depok Kudapan
Pemkot Depok juga berdalih menu makanan stunting berisi tahu dan nugget itu bukan makanan lengkap. Menu itu hanya berupa kudapan. Mary mengatakan istilah kudapan belum dipahami luas oleh masyarakat Depok.
"Ternyata masyarakat kita belum familiar dengan yang namanya kudapan. Jadi ketika kemarin di hari pertama pelaksanaan yang diterima adalah bukan makanan lengkap. Jadi mereka kaget 'kok PMT begini'," kata Mary.
Mary mengatakan pihaknya pun melakukan sosialisasi mengenai hal itu. Sebab, menu stunting berisikan dua tahu dan dua otak-otak menjadi permasalahan karena masyarakat tak mengerti istilah 'kudapan'.
"Kemudian kita lakukan sosialisasi. Ini kan rame 'cuma dua tahu, cuma dua otak-otak'. Dari buku resep yang dikeluarkan UNICEF dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan bahwa memang di kudapan itu terdapat dua jenis protein hewani yang sudah mencukupi kandungan gizi untuk para balita," jelas Mary.
"Otak-otaknya bukan otak-otak yang dijual pinggir jalan. Tapi otak-otak isinya telur, sehingga memang kandungan gizinya sesuai dengan standar yang dikeluarkan Kemenkes," tambahnya.
Singgung Kebiasaan Pemberian Makanan Oleh Ortu di Depok
Bukan hanya menu makanan saja yang menjadi polemik, soal rasa pun dipertanyakan. Menu makanan stunting di Depok dinilai banyak orang tua tidak memiliki rasa. Kadinkes Depok Mary Liziawati lalu menjawab kritik itu dengan menyinggung kebiasaan orang tua di Depok yang memberi makanan anaknya dengan tambahan gula.
"Kemarin sudah enam hari kudapan satu hari makanan lengkap disertai dengan kegiatan edukasi. Jadi kita mengedukasi ibu balita, ayo bikin makanan buat balita itu makanan yang sehat, bukan asal enak anaknya senang," kata Mary.
Mary menyebut protes warga soal makanan stunting yang tak ada rasa dikarenakan orang tua terbiasa memberi makan anaknya dengan tambahan gula, garam, dan penyedap rasa.
"Banyak yang bilang nggak ada rasanya, anaknya nggak mau makan. Berarti anaknya sudah terbiasa makan makanan yang ditambahin macem-macem, padahal untuk anak di bawah satu tahun itu tidak boleh ada tambahan apapun. Bahan-bahan yang disediakan tidak boleh ditambah apapun, garam, gula, apalagi penyedap," ucapnya.
Mary mengatakan jika anak berusia enam bulan sudah diberi makanan yang terkontaminasi berbagai macam rasa, maka si anak akan terbiasa dengan makanan gurih.
"Kalau anak dari kecilnya enam bulan udah (makan) macam-macam, jadi lidahnya sudah terbiasa dengan makanan gurih," ujarnya.
Sebab itu, kata Mary, anak tidak mau menerima makanan sehat. Hal itulah yang membuat pihaknya mengedukasi ibu balita untuk dapat membuat makanan yang sehat dan mencegah stunting.
"Akhirnya makanan sehatnya nggak mau ini yang kita edukasi ke ibu-ibu balita atau bikin makanan yang sehat, yang mengandung sumber protein hewani yang bisa mencegah terjadinya stunting," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Saksikan Video 'Bantuan Stunting Depok Rp 4,9 M Isi Nugget-Tahu, Ma'ruf Bakal Monitor':
Stiker Wajah Walkot Idris di Stoples Menu Makanan Stunting
Stiker wajah Wali Kota Depok M Idris dan Wakil Wali Kota Depok Imam Budi di wadah tempat makan makanan stunting di Depok juga menuai sorotan. Pemkot Depok turut meminta vendor untuk mencopot stiker itu. Namun, pihak Dinkes Depok menilai stiker itu hanya penandaan program dari Pemkot Depok.
"Ini kan program Pemkot, kita sebenarnya tidak punya tendensi apa-apa itu Wali Kota kita. Ini program Pemkot yang memang serentak untuk seluruh kecamatan. Ya udah sebagai tanda saja bahwa ini program Pemkot Depok," kata Mary
Namun, Mary mengatakan sticker itu banyak diprotes warga. Sehingga pihaknya meminta vendor untuk melepas sticker tersebut.
"Tapi kemarin ketika banyak protes, kita sudah sampai pada vendor tolong lepas stikernya. Mungkin sebagian sudah ada yang lepas, sebagian belum karena riweuh (repot), tapi kita sudah sampaikan melalui Puskesmas," katanya.
Padahal, kata Mary, pemasangan sticker itu hanya sebagai simbolis bahwa pembagian makanan tambahan (PMT) merupakan program dari Pemkot Depok bukan CSR.
"Jadi kan kemarin kita hanya ingin ini diketahui oleh masyarakat karena program dari Pemkot Depok bukan dari CSR yang sebelumnya pernah memberikan bantuan," tuturnya.
Harga Stoples Juga Dikritik
Seolah tidak habis akan sorotan, kini giliran stoples tempat makan makanan stunting yang dikritik. Stoples itu disebut dibeli dengan harga Rp 21 ribu. Kadinkes Depok Mary Liziawati mengatakan penggunaan stoples guna mencegah bertambahnya sampah di Kota Depok. Karena itu, pihaknya menggunakan stoples penggunaan kembali (reuse).
Anggota DPRD Depok Komisi D Fraksi PKB, Babai Suhaimi, menanyakan harga satuan stoples tersebut ke wirausaha baru (WUB) selaku bagian dari vendor program bantuan makanan untuk anak stunting.
Babai mendukung langkah WUB menggunakan stoples reuse guna mengurangi beban plastik. Menurutnya, akan ada banyak sampah menumpuk jika menggunakan alas makan sekali pakai karena jumlah anak stunting yang mendapat bantuan makanan ada 9.882 orang di 11 kecamatan yang diberikan bantuan selama 28 hari.
"Maka dipakai alat yang berulang-ulang ketemulah stoples ini dengan harga Rp 21 ribu x 3 = Rp 61 ribu. Pertanyaannya, apakah sama semua harganya?" tanya Babai.
"Saya meluruskan, 1 stoples itu kurang lebih sekitar stoplesnya aja Rp 9.000-an. Tapi kan pada praktiknya Rp 9.000-an kita (beli) 3 kan, dan 3 stoples itu belum sama stiker. Sama stiker itu sekitar rata-rata Rp 10 ribuanlah 1 stoples," jawab vendor WUB lainnya.
"Tapi pada praktiknya, berjalan selama 8 hari ini itu stoplesnya ada yang hilang, ada yang nggak balik. Jadi kita nambah lagi sebagai penadah kan. Jadi, bisa jadi, beda-beda setiap kecamatan. Kalau saya di Sawangan itu sudah sampai stoples ketiga, tapi saat balikin nih kadang-kadang ada yang 'maaf, Pak, pecah' gitu ya, jadi nambah lagi (pemberian stoplesnya)," tambahnya.
Ogah Ganti Stiker Wajah Walkot Depok di Wadah Makanan Stunting
Stiker wajah Walkot Depok M Idris yang berada di wadah makanan stunting dikritik. Anggota DPRD Depok meminta stiker itu diganti jadi stiker kandungan gizi. Namun pihak Dinkes mengatakan penggantian gambar stiker di menu cegah stunting mungkin tidak bisa dilakukan. Mary mengatakan penggantian stiker akan menambah biaya.
"Tadi disampaikan kalau stiker tadi gambar pimpinan daerah diminta untuk diganti oleh stiker kandungan gizi," kata Mary kepada wartawan di ruang paripurna DPRD Depok.
"Ini kan berarti nambah cost lagi ya. Nanti kan kita tidak ingin menambah cost di luar bahan makanan. Jadi mungkin nanti menurut saya kalau kita tidak pakai stiker ya sudah, tidak ada penambahan stiker," jelasnya.
Mary mengatakan sudah meminta vendor untuk mencopot stiker bergambar Walkot Idris. Nantinya pihak Puskesmas juga diminta melakukan pengecekan saat pendistribusian.
"Tapi melalui petugas gizi di Puskesmas nanti diinformasikan kepada yang mendistribusikan," tambahnya.
Vendor Tak Sajikan Menu yang Sesuai Diputus Kontrak
Kadinkes Depok Mary Liziawati mengatakan pihaknya telah memutus kontrak vendor wirausaha baru (WUB) di Tapos. Kebijakan itu usai adanya ketidaksesuaian menu di hari pertama pembagian makanan stunting.
"Ada di Tapos (putus kontrak vendor). Yang hari pertama ya mereka kan ketidaksesuaian menu hari pertama," kata Mary kepada wartawan di Ruang Paripurna DPRD Depok.
Mary mengatakan hal itu pun dievaluasi karena tidak memenuhi ketentuan. Sebab, di hari pertama wilayah Tapos menyajikan nasi dan sayur sup, bukan kudapan.
"Jadi akhirnya dievaluasi, dirasa belum memenuhi ketentuan yang ada. Sebenarnya nasi dengan tahu memenuhi, tetapi karena hari itu seharusnya kudapan tapi yang disiapkan nasi dan sayur sup," jelasnya.
Dugaan Unsur Politis di Pemberi Makanan Stunting
Setelah reda soal menu makanan stunting, kini muncul dugaan adanya unsur politis terkait pemberi makanan tersebut. Anggota Komisi D DPRD Depok Babai Suhaimi menyoroti pemberi bantuan makanan stunting yang menggunakan slayer warna oranye.
Politisi PKB ini meminta untuk tidak mempolitisasi program Pemkot Depok. Babai mengatakan pihaknya menyoroti slayer berwarna oranye karena identik dengan partai politik. Pihaknya pun menegaskan untuk tidak mempolitisasi hal tersebut.
"(Soal slayer) Itu yang tadi kita tegaskan, kita menegaskan jangan mempolitisasi program ini makanya kita akan cross check nanti keberadaan WUB-WHB terafiliasi nggak dengan parpol, mudah-mudahan tidak, kita akan investigasi," kata Babai kepada wartawan, di Ruang Paripurna DPRD Depok, Jumat (17/11).
Jika ditemukan adanya keterkaitan parpol, pihaknya akan memberi rekomendasi ke pemerintah. Pihaknya juga memiliki bukti berupa foto dan syal warna oranye yang dikenakan pemberi makan stunting.
"(Jika ditemukan) Tentu akan kita ambil tindakan rekomendasi yang akan kita berikan kepada pemerintah," tuturnya.
"Kita belum sampai ada dugaan kesana (parpolnya) tapi tadi kita punya bukti foto ada yang sedang memberikan dengan menggunakan syal padahal dia sudah rapi pakai jilbab dan sebagainya. Karena warna oranye, karena oranye partai Persija," tuturnya.