Menurut UU Perseroan Terbatas (PT) direksi bertanggungjawab mengurus perusahaan. Ia juga sebagai pihak yang berwenang dalam pengambilan keputusan terkait tindakan-tindakan perusahaan. Direksi mewakili perusahaan baik di internal maupun eksternal perusahaan, seperti mewakili perusahaan dalam hal kerjasama bisnis, jual beli, pengembangan bisnis, perizinan dan lain-lain. Lalu bagaimana cara direksi perusahaan agar terhindari dari jerat pidana?
Mengingat begitu penting dan stategisnya peran dan tugas direksi perusahaan, maka besar juga resiko hukum yang bisa menimpa seorang direksi. Oleh karena itu sikap kehati-hatian dan kepatuhan terhadap hukum perlu Direksi miliki agar ia terhindar dari jerat pidana.
Berikut tips yang bisa saya bagikan agar dalam mengambil keputusan terkait korporasi direksi bisa terhindar dari masalah pidana:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, Keputusan yang direksi ambil harus sesuai aturan hukum dan prosedur yang ada di perusahaan. Direksi harus memperhatikan aturan yang ada baik aturan-aturan hukum, AD/ART perusahaan termasuk SOP internal perusahaan dalam pengambilan keputusan.
Kedua, Kontrak dengan pihak ketiga harus dibuat secara baik dan benar. Bila kontrak tidak dibuat tidak secara baik dan benar, maka berpotensi menimbulkan masalah hukum yang bisa menimpa atau membahayakan si direksi. Jadi sebelum Direksi menandatangani kontrak/perjanjian pastikan kontrak tersebut sudah dibuat dan direview dengan baik sehingga tidak merugikan posisi perusahaan. Bila perlu mintakan bantuan advokat/konsultan hukum profesional untuk membuat dan mereview kontrak tersebut.
Ketiga, Tidak boleh ada praktek suap. Dalam menjalankan perusahaan atau dalam pengambilan keputusan tidak boleh adanya praktek-praktek pemberian suap dari Direksi/perusahaan kepada pejabat-pejabat terkait. Karena bila itu terjadi maka bisa jadi masalah pidana korupsi dalam hal ini suap atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor.
Boris Tampubolon adalah Advokat dan Managing Partner Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers). Ia dikenal sering menjadi menjadi pengacara banyak direksi/direktur perusahaan-perusahaan baik swasta maupun BUMN. Ia menjadi pengacara bos First Travel di tingkat peninjauan kembali (PK). Menjadi pengacara WNI ABK Long Xing korban perdagangan orang yang diselamatkan dari Korea ke Indonesia dan berhasil menjebloskan para pelaku praktik perdagangan orang ke penjara.
Kasus viral terakhir yang ditangani yaitu Boris Tampubolon menunda extradisi yang dilakukan pihak kepolisian terhadap WN Kanada yang tinggal di Bali, yang diduga menjadi buronan Interpol dengan mengungkap dan melaporkan adanya dugaan pemerasan oknum dalam tindakan ekstradisi tersebut.
Boris Tampubolon, Advokat dan Founding Partner Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (https://dntlawyers.com/ )
Baca juga: Bagaimana Melawan Rentenir? |
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.