Setiap orang meninggal dunia, akan meninggalkan waris. Baik dalam bentuk harta atau pun utang. Lalu bagaimana bila ada WNI yang berpindah menjadi WN Singapura?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detikcom. Pembaca lainnya bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut pertanyaan pembaca:
Selamat sore,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mohon bertanya. Ada seorang WNI yang mempunyai 3 orang anak di mana anak pertamanya sudah pindah warga negara Singapura. Si WNI ini meninggal dunia tanpa meninggalkan surat wasiat untuk anak-anaknya.
Pertanyaan saya, apakah anaknya yang sudah pindah warga negara ini bisa melepaskan hak warisnya kepada adik-adiknya yang masih WNI? Dan kalau bisa prosedurnya bagaimana?
Terima kasih atas penjelasannya nantinya.
Jetty Lim
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat R Achmad Zulfikar Fauzi, S.H. Berikut penjelasan lengkapnya:
Selamat Pagi
Terimakasih atas pertanyaan yang saudara tanyakan dan saudara ajukan ke Redaksi detikcom.
Kalau boleh saya akan menjawab pertanyaan saudara, dilihat dari kasus posisi saudara tidak ada peraturan menurut hukum Islam maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai pelepasan hak mewaris akan tetapi pembatasan siapa saja yang kehilangan hak mewaris, dan perlu diketahui juga bahwa berpindahnya seseorang dari WNI menjadi WNA tidak menghalangi hak mewarisnya atas harta peninggalan dari alamarhum orang tuanya yang merupakan WNI.
Namun dalam menggunakan hak mewaris si anak yang WNA tersebut dilakukan dengan prosedur dan aturan hukum yang berlaku di Negara Indonesia pada prinsipnya di dalam Hukum Waris dikenal Asas "le mort saisit le vif" disingkat dengan hak saisine, mengandung arti bahwa jika seseorang meninggal dunia, maka seketika itu pula segala hak dan kewajibannya beralih kepada ahli warisnya sebagaimana terdapat dalam penjelasan Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai berikut:
"Pewarisan hanya terjadi karena kematian"
Lebih lanjut diatur dalam Pasal 832 KUHPerdata mengatur siapa saja yang menjadi Pewaris yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 832
"Menurut undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar pekawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini: Bila keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harta peninggalan mencukupi untuk itu."
Pembatasan dan siapa saja yang kehilangan hak mewarisnya diatur dalam Pasal 838 KUHPerdata yang mengatur secara rinci mengatur siapa saja yang terhalang menjadi Pewaris yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 838
"Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan ialah: 1. Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu 2. Dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi 3. Dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya 4. Dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu."
Ketentuan mengenai ahli waris dan pembatasannya menurut hukum Islam di Indonesia diatur dalam Pasal 171 huruf c, Pasal 173, Pasal 174 Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 171 huruf c KHI
"Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.";
Pasal 173 KHI
"Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena :
1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris.
2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat."
Pasal 174 KHI
1) "Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
A) Menurut hubungan darah:
β’ Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek;
β’ Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek;
B) Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.
2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.".
Demikian semoga bermanfaat. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Salam
R Achmad Zulfikar Fauzi, S.H.
Associates di Ongko Purba and Partner,
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)