KPK Panggil 2 Analis Direktorat Gas Pertamina di Kasus Korupsi LNG

Mulia Budi - detikNews
Selasa, 24 Okt 2023 12:04 WIB
Foto Ilustrasi KPK (Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

KPK memanggil sejumlah saksi untuk mengusut kasus korupsi liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair di PT Pertamina. Ada 4 saksi yang dipanggil hari ini.

"Hari ini (24/10) bertempat di gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (24/10/2023).

Ali mengatakan dua saksi yang dipanggil adalah analis di Strategic Planning and Business Development Direktorat Gas Pertamina. Mereka ialah Isti Deaputri dan Ellya Susilawati.

Berikut 4 saksi yang dipanggil hari ini terkait kasus korupsi LNG:

1. Isti Deaputri, Analyst di Strategic Planning and Business Development Direktorat Gas
2. Ellya Susilawati, Analyst di Strategic Planning and Business Development Direktorat Gas
3. Dendy Romulo di VP Financing tahun 2012-2013 PT Pertamina
4. Ginanjar, VP SPBD Direktorat Gas

KPK Sebut Korupsi Karen Rugikan Negara Rp 2,1 T

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan kasus ini diawali dari rencana pengadaan LNG yang dilakukan oleh Pertamina pada 2012. Wacana tersebut dipilih kala itu sebagai upaya mengatasi defisit gas di Indonesia.

Karen lalu menjalin kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG yang berada di luar negeri. Salah satu perusahaan yang ditunjuk ialah Corpus Christi Liquefacition (CCL) LLC Amerika Serikat.

Penunjukan kerja sama dengan CCL tersebut dinilai bermasalah. KPK menduga keputusan yang diambil Karen saat itu sepihak tanpa adanya kajian yang utuh.

"Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero," ujar Firli.

"Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dari persetujuan pemerintah saat itu," tambah Firli.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.




(aud/aud)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork