Akhirnya Rafael Alun Trisambodo duduk di kursi pesakitan. Ayah dari Mario Dandy Satriyo itu didakwa menerima gratifikasi, penerimaan-penerimaan lain, hingga melakukan pencucian uang demi menyembunyikan hartanya dari endusan penegak hukum selama bertahun-tahun.
Pada Rabu, 30 Agustus 2023, Rafael Alun berkemeja putih menghadapi sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh jaksa KPK. Setidaknya ada 3 dakwaan yang ditudingkan pada pria yang baru merayakan ulang tahun ke-56 itu pada 11 Agustus kemarin di dalam rumah tahanan KPK. Apa saja?
1. Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP
2. Pasal 3 Ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU TPPU) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP
3. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU Pemberantasan TPPU) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Berikut rinciannya:
Pasal 12 B UU Tipikor
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum
Pasal 18 UU Tipikor
(1) Selain pidana tambahan dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai pidana tambahan adalah:
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud barang tidak bergerak yang digunakan untuk yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pun harga dari barang yang menggantikan barang tersebut;
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
c. penutupan usaha atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;
d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana;
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b , maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan karenanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Pasal 3 Ayat (1) huruf a dan c UU TPPU
(1) Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain;
b. mentransfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain;
c. membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
Pasal 3 UU Pemberantasan TPPU
Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Tercantum dalam surat dakwaan bila Rafael Alun sudah malang melintang di dunia perpajakan. Dia menjadi pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak 1988. Lalu di tahun 1991 dia diangkat sebagai pemeriksa pajak dan tahun 2005 menjadi penyidik pegawai negeri sipil atau PPNS. Jabatan terakhirnya yaitu Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan II yaitu untuk periode 2020-2023.
Kewenangan Rafael Alun begitu luas. Salah satunya, dia bisa melakukan penyidikan terkait tindak pidana perpajakan terhadap para wajib pajak. Di sinilah Rafael Alun memainkan peran. Jaksa mengatakan Rafael Alun bekerja sama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek, mendirikan perusahaan-perusahaan demi mendapatkan keuntungan dari para wajib pajak. Berikut perusahaan-perusahaan itu:
1. PT Artha Mega Ekadhana (ARME)
PT ARME didirikan pada tahun 2002 dengan posisi Komisaris Utama yaitu Ernie Meike Torondek. Disebutkan bila bisnis itu menjalankan usaha di bidang jasa kecuali urusan hukum dan pajak tetapi dalam operasionalnya malah memberikan layanan konsultasi pajak.
2. PT Cubes Consulting
Enam tahun setelah PT ARME berdiri yaitu pada 2008, Rafael Alun membuat perusahaan lagi dengan menempatkan adiknya, Gangsar Sulaksono, dan lagi-lagi istrinya sendiri, Ernie Meike Torondek, sebagai pemegang saham dan komisaris.
3. PT Bukit Hijau Asri
Pada tahun 2012, Rafael Alun mendirikan perusahaan lagi di mana jabatan komisarisnya--tentu saja--diisi lagi oleh istrinya. Untuk usaha ini disebut bergerak di bidang pembangunan dan konstruksi.
Untuk dakwaan kesatu, jaksa menyebutkan Rafael Alun dan istrinya menerima gratifikasi Rp 16 miliar lebih selama 11 tahun lamanya. Namun dalam perkara ini, istri Rafael Alun masih berstatus sebagai saksi.
"Bahwa terdakwa bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp 16.644.806.137," ucap jaksa.
Selanjutnya
Simak Video: Sejumlah Fakta Terkait Sidang Dakwaan Kasus Gratifikasi-TPPU Rafael Alun
(dhn/imk)