Hakim kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo mencecar saksi soal besaran denda yang dibebankan kepada konsorsium karena proyek BTS tak selesai sesuai target. Hakim pun sempat heran karena besaran denda bisa menciut dari Rp 346 miliar menjadi Rp 87 miliar.
Keheranan hakim itu disampaikan saat mencecar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakti, Elvano Hatorangan, yang menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo dengan terdakwa mantan Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.
"Menyangkut masalah denda kemarin, denda awalnya Rp 346 miliar terus kenapa jadi Rp 87 miliar, Pak?" tanya hakim Fahzal Hendri dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi pada saat kita perhitungan denda itu, Yang Mulia, saya dan tim waktu itu menghitung denda kemudian Pak Anang menghampiri kami dan pada saat itu menanyakan kepada kami berapa besar nilai dendanya, kemudian saya sampaikan kepada Pak Anang bahwa nilai dendanya Rp 300 miliar sekian. Lalu Pak Anang sampaikan bahwa itu terlalu besar bagi penyedia, jadi beliau," jawab Elvano.
"Perhitungan denda itu kan ada hitung-hitungannya, apakah sesuai dengan hitung-hitungannya nggak?" tanya hakim Fahzal.
"Pada saat perhitungan yang Rp 346 (miliar) itu sesuai, Yang Mulia," jawab Elvano.
"Kemudian jadi menciut jauh ke bawah menjadi Rp 87 miliar?" tanya hakim Fahzal.
"Iya, Yang Mulia," jawab Elvano.
Elvano mengatakan uang denda Rp 87 miliar dari tiga konsorsium sudah diterima. Dia menyebut denda itu turun menjadi Rp 87 miliar atas permintaan eks Dirut Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif, dengan alasan pertimbangan dampak pandemi COVID-19.
"Berapa masing-masing konsorsium membayar denda?" tanya hakim Fahzal.
"Masing-masing untuk paket 1 itu Rp 24 miliar, paket 2 itu Rp 21 miliar, paket 3 itu Rp 15 miliar, paket 4 itu Rp 10 miliar, paket 5 itu Rp 14 miliar dengan total Rp 87 miliar," jawab Elvano.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Elvano sempat menjelaskan bagaimana aturan perhitungan denda tersebut. Namun, katanya, Anang, yang saat itu menjabat Dirut Bakti, meminta agar denda diringankan karena dampak COVID-19.
"Pada saat itu Pak Anang memerintahkan kami untuk melakukan perhitungan denda berdasarkan dampak COVID juga, Yang Mulia, PPKM dan sebagainya," jawab Elvano.
Hakim kemudian bertanya bagaimana cara perhitungan denda Rp 87 miliar tersebut. Elvano mengatakan perhitungan tersebut menyimpang dan tidak sesuai dengan kontrak.
"Jadi dari surat edaran PPKM yang diterbitkan dari pemerintah daerah kemudian kira menyimpulkan bahwa ada hari yang tidak bisa dimasuki oleh, tidak bisa dilakukan pekerjaan, Yang Mulia. Jadi itu menjadi hari pengurang dendanya, Yang Mulia," ujar Elvano.
"Jadi ada hitung-hitungan sendiri itu, diperbolehkan atau tidak, menyimpang dari kontrak itu, Pak?" tanya Hakim Fahzal.
"Menyimpang, Yang Mulia," jawab Elvano.
"Diperbolehkan apa tidak itu yang saya tanya?" tanya hakim Fahzal.
"Tidak," jawab Elvano.
Elvano mengatakan denda Rp 87 miliar itu sudah dikembalikan ke kas negara. Hakim pun heran karena Elvano tetap mengikuti arahan Anang untuk memberi keringanan denda meski sudah mengetahui hal itu melanggar kontrak.
"Rp 347 miliar, diciut-ciutkan kayak gitu, hitung-hitung sama ahli perhitungan kerugian keuangan negara itu masuk kerugian negara itu pak, seharusnya negara menerima nggak jadi menerima sebanyak itu. Rp 347 miliar kurang Rp 87 miliar, itulah kerugiannya. Dari sisi denda aja itu, biar Saudara tahu. Kalau bekerja dengan bener sebagai PPK itu Pak, benar dari awal, menyimpang, oh ini saya diarahkan ini, kalau gitu saya nggak sanggup jadi PPK pak, ini mempertanggungjawabkan uang negara yang triliunan, ngeri saya, kalau saudara betul-betul bekerja menurut keilmuan yang saudara miliki," kata hakim.
Sebelumnya, Johnny G Plate didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus korupsi proyek BTS Bakti Kominfo hingga menyebabkan kerugian negara Rp 8 triliun. Plate diadili bersama eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.
Sebagai informasi ada tiga konsorsium di proyek BTS yakni:
1. Konsorsium Fiber Home, PT Telkominfra, dan PT Multi Trans Data (PT MTD) pemenang untuk paket 1 dan 2
2. Konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei, dan PT Surya Energy Indotama (SEI) untuk paket 3
3. Konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia paket 4 dan 5.