Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tak ragu akan keputusan pembatalan pembangunan ITF. Pasalnya, Ida memandang penanganan sampah melalui Refused Derived Fuel (RDF) menjadi pilihan terbaik dan paling rasional saat ini.
"Pada intinya, saya ingin memberikan semangat kepada Pak Heru Budi Hartono, Pj Gubernur DKI Jakarta, dan Pak Asep Kuswanto selaku Kepala Dinas LH untuk bisa melaksanakan kebijakan yang baik, tidak perlu ragu atau takut," kata Ida dalam keterangan tertulis, Senin (14/8/2023).
Ida memandang penanganan sampah menggunakan ITF ini akan banyak menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang sejatinya adalah uang rakyat. Untuk itu, sebagai Ketua Komisi D, Ida sangat mendukung rencana pembangunan dua RDF lagi, masing-masing di Jakarta Barat dan Jakarta Utara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inilah kenapa kami mendukung RDF. Pertama, RDF pembiayaannya tidak besar. Kedua, tidak ada tipping fee lagi," ucapnya.
"Saya sebagai Ketua Komisi D yang menjadi mitra kerja Dinas LH yang menangani masalah sampah sangat mendukung RDF dibandingkan ITF. Saya ingin masalah sampah tertangani, tapi juga tidak boros dalam menggunakan APBD," sambungnya.
Saat ini, Pemprov DKI telah memberikan suntikan dana sebesar Rp 577 miliar untuk pembangunan ITF. Menurutnya, dana tersebut bisa dialihkan untuk pembangunan RDF.
"Bayangkan, satu RDF itu bisa 2.000 sampai 2.500 ton per hari. Kalau DKI itu punya RDF di tiga wilayah kota saja, misalnya Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur atau Jakarta Selatan, maka bisa menangani masalah sampah hingga 7.500 ton per hari," jelasnya.
Ida menyampaikan Komisi D merupakan mitra kerja Dinas Lingkungan Hidup (LH) yang mengikuti secara detail mengenai rencana pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) maupun RDF. Bahkan, komisi D pernah memanggil PT Jakarta Propertindo (JakPro) membahas terkait kesepakatan pemutusan kontrak apabila pemenang tender tak bisa membangun ITF sesuai tenggat yang ditentukan.
"Harusnya itu sudah dilakukan. Saya sebagai Ketua Komisi D berharap Pak Pj Gubernur segera mencabut penugasan PT Jakpro (Perseroda) dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya terkait dengan pengelolaan sampah. Jadi, pengelolaan sampah ini biar tetap dilakukan Dinas LH," jelasnya.
Selain itu, Komisi D sudah melakukan kunjungan ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang untuk melihat langsung RDF. Dengan pengolahan sampah 2.000 ton per hari, kata dia, hanya diperlukan subsidi Rp 54 miliar per tahun. Sedangkan ITF itu tipping fee-nya saja sekitar Rp 2 triliun per tahun.
Ia merinci, dibandingkan untuk pengeluaran tipping fee yang mencapai Rp 2 triliun per tahun, akan lebih realistis jika uang APBD itu digunakan untuk membangun RDF. Belum lagi, pembangunan ITF memerlukan biaya Rp 4-5 triliun.
"Dibandingkan untuk sekadar membayar tipping fee per tahun saja kita sebetulnya bisa gunakan membangun dua RDF. Untuk itu, saya mengajak, ayo kawan-kawan kita menyelesaikan persoalan sampah tapi juga menekan seminimal mungkin pengeluaran atau penggunaan APBD," paparnya.
Politikus PDIP itu juga menyebut pembangunan fasilitas RDF mendapat dukungan positif dari Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Menurutnya, dukungan tersebut bisa menjadi peluang yang bisa ditangkap oleh Pemprov DKI.
"Alhamdulillah, Pak Luhut Binsar Panjaitan, Menko Marvest, juga semangat mendukung pembangunan RDF di DKI. Saya melihat ini juga sebagai peluang kalau memang ada keterbatasan anggaran kita bisa meminta bantuan pemerintah pusat untuk membangun RDF. Sekali lagi saya memberikan support kepada Pak Pj Gubernur, bahwasanya ada kritik, saran atau masukan dari kawan-kawan di DPRD itu bisa menjadi penyemangat," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail memandang penghentian proyek intermediate treatment facility (ITF) Sunter merupakan masalah krusial. Pasalnya, Ismail menilai Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono telah melanggar regulasi karena membatalkan proyek tersebut.
"Ini sangat krusial, yaitu kita melihat secara de facto ada pelanggaran yang dilakukan Penjabat Gubernur terkait dengan kebijakannya menghentikan proyek ITF itu," kata Ismail dalam rapat kerja di DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (9/8).
Rapat diikuti anggota Komisi B dan Komisi C DPRD DKI Jakarta bersama unsur eksekutif. Antara lain Asisten Perekonomian dan Keuangan Setda DKI Jakarta Sri Haryanti, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Asep Kuswanto, perwakilan JakPro, hingga PT Jakarta Solusi Lestari (JSL) selaku anak usaha JakPro yang ditugaskan membangun ITF Sunter.
Ismail memandang setidaknya ada sejumlah regulasi yang dilanggar oleh Heru Budi buntut pembatalan ITF. Pasalnya, ITF Sunter memiliki dasar hukum yang jelas karena telah disahkan melalui Perda APBD.
Dengan demikian, Ismail menganggap wajar apabila mencuat usulan mengajukan hak angket atas pembatalan tersebut.
"Paling tidak ada tiga regulasi yang dilanggar, yaitu Undang-Undang Nomor 23, kemudian Perpres 35, dan juga Pergub 65 Tahun 2019 tentang Perda APBD yang mengesahkan anggaran," jelasnya.
(taa/knv)