Gabungan warga membongkar paksa penutup perlintasan kereta api di Jl Hardiwinangun-Tirtayasa, Rangkasbitung, Lebak, Banten. Mereka membongkar paksa lantaran merasa terdampak.
Berdasarkan pantauan detikcom di lokasi, Kamis (10/8/2023), warga yang terdiri atas pedagang, sopir angkot, tukang becak, dan ojek pangkalan membongkar papan seng penutup perlintasan dengan tangan kosong. Mereka mendorong, menendang, hingga menarik papan seng sampai rusak.
Ada dua seng penutup perlintasan yang mereka bongkar. Kedua seng itu ada di Jl Hardiwinangun dan di Jl Tirtayasa. Saat ini, akses perlintasan suka terbuka dan bisa dilalui pejalan kaki dan kendaraan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Di lokasi, sejumlah poster penolakan penutupan perlintasan turut dihadirkan oleh warga. Untuk diketahui, perlintasan ini ditutup pada 1 Agustus lalu karena akan dibangun JPO.
Seorang pedagang bernama Aini mengaku sangat terdampak akibat penutupan perlintasan kereta. Dia menyebutkan pembeli menjadi sepi karena harus putar arah jika ingin ke Pasar Rangkasbitung.
"Sangat terdampak. Warung saya jadi sepi karena pembeli harus muter dulu kalau mau ke pasar. Sementara nggak semua pembeli mau mutar kan," kata Aini kepada wartawan di lokasi.
Aini berjualan taoge sejak 12 tahun lalu di Pasar Rangkasbitung. Dampak penutupan perlintasan ini, menurut dia, pemasukan untuk keluarganya jadi menurun.
"Sehari biasanya bisa dapat Rp 1 juta, tapi karena ditutup Rp 700 ribu saja tidak sampai, uang segitu untuk biaya (operasional) dagang aja nggak nutup gimana buat kebutuhan sehari-hari," tuturnya.
Aini mengatakan pedagang hanya ingin perlintasan kembali dibuka sehingga perekonomian di sekitarnya bisa kembali berjalan normal.
"Kami marah, ini kan akses publik bukan milik PT siapa pun boleh lewat harusnya. Kita cuma pengen perlintasan bisa dibuka biar kita yang jualan bisa makan," tambahnya.
![]() |
Senada, sopir angkot bernama Ahmad mengaku terdampak dari penutupan perlintasan KA. Dia harus mencari penumpang di tempat lain.
"Penumpang yang dari stasiun kan naiknya dari sini (Jl Hardiwinangun), setelah ditutup kita kebingungan nyari penumpang, penumpang pun sama bingung nyari angkot," ujar Ahmad.
Ahmad mengaku dipaksa ngetem di Terminal Sunan Kalijaga. Dia menganggap arahan itu tidak dibarengi dengan sosialisasi kepada para penumpang.
"Kami ngetem di Terminal Sunan Kalijaga, nah yang biasa di sana kan rute ke Citeras, sedangkan yang ke Aweh di sini (Jl Hardiwinangun), penumpang pada nggak tau. Akhirnya kan nggak ketemu sopir sama penumpang. Nggak ada sosialisasi," jelasnya.
Ahmad hanya ingin perlintasan kereta dibuka agar penumpang yang dari stasiun tidak perlu jalan jauh untuk melanjutkan perjalanan dengan angkot. Hal ini juga untuk memudahkan sopir angkot mencari penumpang.
"Serba salah, kami nunggu di terminal penumpang nggak tau. Kami keliling nyari penumpang nggak dapat. Begitu terus kan habis buat bensin aja. Penginnya dibuka, kita rakyat kecil jangan dipersulit," jelasnya.
Simak selengkapnya pada halaman berikutnya.