Hakim Pengadilan Negeri (PN) Depok menjatuhkan vonis mati terhadap Rizky Noviyandi Achmad alias Kiki, terdakwa pembunuh anak dan penganiayaan istri. Hakim menilai tak ada hal yang meringankan dari terdakwa.
"Keadaan yang meringankan, tidak ditemukan hal-hal yang meringankan," ujar hakim ketua Ahmad Adib di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Kamis (20/7/2023).
Adapun hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatannya sangat meresahkan masyarakat. Perbuatan terdakwa juga membuat istri atau korban Nila Islamia (istri) cacat seumur hidup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tiga, perbuatan Terdakwa mengakibatkan trauma mendalam kepada saksi korban Nila Islamia. Empat, perbuatan Terdakwa tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang ayah terhadap anak dan istrinya, yang seharusnya menyayangi dan melindunginya," jelasnya.
Selain itu, hal memberatkan lainnya adalah perbuatan terdakwa sangat keji dan tidak berperikemanusiaan. Terakhir, perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa anaknya sendiri.
Rizky Divonis Mati, Pengacara Banding
Terdakwa Rizky Noviyandi Achmad alias Kiki divonis mati atas pembunuhan terhadap anak kandung dan penganiayaan istri sendiri. Rizky dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana dan pembunuhan serta KDRT.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana mati," ujar hakim ketua Ahmad Adib di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Kamis (20/7/2023).
Vonis mati tersebut sama dengan tuntutan jaksa sebelumnya. Atas vonis tersebut, pihak Rizky menyatakan banding.
"Baik, klien kami maupun kami juga tentunya dengan putusan hukuman mati ini kami akan mengajukan upaya hukum banding," kata kuasa hukum Rizky, Bambang Purwoto, kepada wartawan di PN Depok, Jalan Kalimulya, Cilodong, Depok, Kamis (20/7).
Bambang mengatakan upaya banding merupakan hak terdakwa. Bambang mengatakan pihaknya akan mengupayakan banding agar terdakwa mendapatkan hukuman yang ringan.
"Tentunya kami sebagai penasihat hukum kan meminta kepada hakim melakukan atau meminta hukuman yang seringan-ringannya. Akan tetapi kita tahu bahwa tadi putusan yang dibacakan oleh hakim baik itu tuntutan Pasal 340 (KUHP) maupun pasal KDRT itu kan terpenuhi semua, sehingga kami sebenarnya kurang sependapat kalau itu Pasal 340. Makanya dalam pleidoi kami itu kami setuju kalau itu pasal 338 atau pembunuhan biasa. Namun demikian itu semua permohonan kami atau pleidoi kami ditolak oleh majelis hakim," jelasnya.
Bambang mengatakan pihaknya tak sependapat dengan keputusan hakim yang memvonis terdakwa dengan hukuman mati atas pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP. Meski begitu, pihaknya menghormati keputusan hakim.
"Iya, karena mungkin menurut pendapat kami kan kalau 340 perencanaan yang ada cukup waktu ya, cuma ini tentunya menjadi hak mutlak daripada hakim, kami menghormati putusan itu," imbuhnya.
Simak juga 'Saat Aksi Pria Lompat dari Lantai 29 Apartemen di Jatinegara Jaktim':