Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi acuan upah bagi buruh agar bisa hidup layak. Namun bagaimana bila ada yang digaji di bawah UMP?
Berikut pertanyaan pembaca yang diterima detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com.
Saya telah bekerja di salah satu koperasi milik rumah sakit pemerintah hampir 1 tahun. Tapi semenjak awal saya masuk ke koperasi tersebut sampai dengan sekarang kami tidak diberikan kontrak kerja, dan pihak pengurus selalu mengatakan nanti akan diberikan. Dan untuk upah pun kami di bawah UMP. Itu bagaimana dari segi hukum..
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terima kasih atas jawabannya.
Vizar
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Jus Pontoh, S.H., M.H. Berikut penjelasan lengkapnya:
Menjawab pertanyaan bapak / ibu, kami coba bagi dalam 2 masalah:
1. Bagaimana dengan hubungan kerja tanpa adanya perjanjian kerja yang telah anda jalani hampir 1 tahun masa kerja?
2. Bagaimana dengan Upah yang anda terima selama bekerja yang masih dibawah upah minimum yang berlaku sesuai daerah dimana anda bekerja?
Jawaban nomor 1 :
Bahwa suatu hubungan kerja tanpa adanya surat perjanjian kerja pada dasarnya akan menyulitkan bagi pekerja karena tidak adanya kejelasan tentang status hubungan kerja yaitu terkait surat yang menegaskan bahwa pekerja tersebut benar-benar bekerja di instansi tersebut, selain masalah lainnya seperti jobdes, hak dan kewajiban serta hal-hal lainnya yang tidak jelas, karena tidak buat secara tertulis. Selanjutnya bagaimana dengan ketentuan dari segi hukum ketenagakerjaannya?
Anda saat ini bekerja sebagai pegawai / karyawan di Koperasi suatu rumah sakit pemerintah, artinya bahwa anda statusnya bukan sebagai ASN atau pegawai pemerintah, sehingga berlaku ketentuan Ketenagakerjaan yang berlaku sekarang baik UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan atau beberapa perubahannya yang tertulis dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2023, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Terkait hubungan kerja anda yang tidak memiliki perjanjian kerja tertulis, maka sebagaimana diatur dalam PP 35 tahun 2021 (sebagai salah satu peraturan pelaksana UU Cipta Kerja) pasal 2 ayat (2)
" Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis atas lisan".
Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis atas lisanUU Cipta Kerja |
Ini berarti bahwa Perjanjian Kerja ada yang dipersyaratkan secara tertulis dan ada yang boleh dilakukan secara tidak terlulis atau Lisan, asalkan memenuhi ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 52 ayat (1) yaitu bahwa
"Perjanjian Kerja dibuat atas dasar Kesepakatan kedua belah pihak, kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku".
Untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana ketentuan pasal 57 ayat (1) UU Cipta Kerja, wajib dibuat tertulis dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin. Selain itu perusahaan wajib mendaftarkan Perjanjian Kerja tertulis tersebut ke Dinas Tenaga Kerja untuk mendapatkan nomor registrasi dan pengesahan.
Terkait pekerjaan anda yang sekarang telah dijalani selama hampir 1 tahun tanpa adanya Perjanjian Kerja tertulis, maka kesimpulan kami bahwa status anda adalah sebagai PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) yang artinya anda berada dalam status sebagai karyawan tetap, karena anda tidak terikat dengan masa kontrak kerja untuk waktu tertentu.
Simak juga 'Kalau Video Pribadi Tersebarluaskan, Siapa Yang Terkena Hukum?':
Jawaban Nomor 2 :
Terkait Upah yang anda terima sampai saat ini adalah di bawah Upah Minimum yang berlaku, maka hal itu jelas bertentangan dengan Pasal 23 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan yang berbunyi:
"Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum".
Tetapi pengecualian dari ketentuan Upah Minimum ini berlaku untuk usaha mikro dan usaha kecil (pasal 36 ayat (1)), dan syarat usaha mikro dana usaha kecil tersebut sesuai pasal 37 bahwa harus memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan usaha mikro / kecil tersebut wajib mempertimbangkan 2 hal sebagaimana diatur dalam pasal 38 yaitu sebagai usaha yang mengandalkan sumber daya tradisional dan atau tidak bergerak pada usaha berteknologi tinggi dan tidak padat modal.
Dari gambaran di atas, maka anda perlu memahami apakah Koperasi di mana anda bekerja yang memberikan upah kepada anda di bawah upah minimum tersebut, dapat dikategorikan sebagai usaha mikro atau usaha kecil atau tidak setidaknya dengan syarat-syarat tersebut di atas.
Demikian penjelasan dari segi hukum, terkait 2 hal yang menjadi pertanyaan anda, terima kasih.
Salam,
Jus Pontoh, S.H., M.H.
Advokat
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.