Hubungan ketenagakerjaan menimbulkan hak dan kewajiban, salah satunya uang kompensasi. Tapi apakah pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dapat uang kompensasi?
Hal itu sebagaimana diceritakan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com
Berikut pertanyaan lengkapnya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selamat pagi,
Dalam kedua file yang terlampir, file pertama adalah potongan perjanjian kontrak kerja. Dan yang kedua adalah peraturan pemerintah/UU terkait pemberian kompensasi kepada karyawan kontrak/ (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Dalam hal ini perusahaan melanggar dong ya? Dan bagaimana solusi baiknya ? Atau apa yang bisa dilakukan oleh karyawan untuk mendapatkan haknya ?
Terima kasih
Mr. T
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum kepada advokat Masri Ahmad Harahap, SH. Berikut jawabannya:
Kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan yang diajukan. Setelah membaca lampiran perjanjian kontrak kerja yang Mr T ajukan, kami dapat memberikan jawaban sebagai berikut.
Pada dasarnya, syarat sahnya perjanjian - tidak terkecuali PKWT - harus berpedoman pada Pasal 1321 KUHPerdata, bahwa suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang -
undang yang berlaku. Hal yang sama juga dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 51 Undan- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, lebih jauh dalam Undang- undang Cipta Kerja yang terbaru, juga disisipkan untuk penegasan dalam Pasal 61A dalam Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tentang Kompensasi berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yaitu :
1. Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.
2. Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan bersangkutan.
Lebih dari itu, Pasal 15 PP No. 35 Tahun 2021 disebutkan secara eksplisit bahwa Penguasa/pemberi kerja wajib memberikan kompensasi kepada Pekerja yang telah berakhir masa kerjanya. Besarannya telah diatur dalam Pasal 16, dengan perhitungan :
a. PKWT selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus, diberikan sebesar 1 (satu) bulan Upah;
b. PKWT selama 1 (satu) bulan atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, dihitung secara proporsional dengan perhitungan : masa kerja/12 x 1 (satu) bulan Upah;
c. PKWT selama lebih dari 12 (dua belas) bulan, dihitung secara proporsional dengan perhitungan: masa kerja/12 x 1 (satu) bulan Upah.
Dari aturan itu, maka dapat kita pahami bahwa pengusaha/pemberi kerja tidak diperbolehkan membuat dan memaksa pekerja untuk menandatangani PKWT yang terdapat memuat ketentuan bahwa Pengusaha/pemberi kerja tidak berkewajiban untuk memberikan uang pesangon atau ganti rugi kepada pekerja. Jikapun hal itu terlanjur dibuat, maka menurut Pasal 52 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 berakibat batal demi hukum, dan pengusaha/pemberi kerja tetap wajib membayar kompensasi kepada pekerja setelah berakhirnya PKWT tersebut.
Jika kita sudah memahami aturannya, lalu kita mengalami peristiwa seperti ini, maka yang pertama harus dilakukan adalah, pekerja harus bernegosiasi dengan pemberi kerja/pengusaha, menjelaskan aturan formal tentang hak- hak kompensasi konsekuensi pengakhiran PKWT. Serta meminta secara baik-baik hak hak yang seharusnya diterima.
Jika tetap ditolak, pekerja dapat melakukan langkah-langkah proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan UU No 2 Tahun 2004, yaitu mengajukan permohonan bantuan penyelesaian melalui Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan di wilayah kabupaten/kota Anda. Selanjutnya, kedua belah pihak akan diperiksa, namun meskipun dinas sosial dan tenaga kerja merekomendasikan agar pengusaha/pemberi kerja untuk membayar hak-hak kompensasi anda, Pengusaha/pemberi kerja bisa saja tidak mematuhinya. Karena itu, Anda masih dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan hubungan industrial.
Namun, jika Pengusaha/Pemberi Kerja menolak membayar kompensasi dimaksud, maka timbullah Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2004 diajukan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial. Selain itu, dalam Pasal 61 ayat 1 PP No. 35 Tahun 2021 tersebut juga mengatur sanksi Administratif bagi pengusaha/pemberi kerja yang tidak membayar kompensasi PKWT tersebut, berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan
kegiatan usaha.
Salam
Masri Ahmad Harahap, SH
(Advokat pada Kantor Hukum Fitrah Bukhari and Partners)
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)