Seiring kasus kekerasan seksual yang viral, kabar soal penanganan aparat penegak hukum terhadap kasus revenge porn itu juga ramai diperbincangkan. Muncul sorotan karena ada kejanggalan di kasus dari Pandeglang ini.
Revenge porn, begitulah istilah yang ikut viral (lagi) seiring perhatian publik di media sosial terhadap masalah yang menimpa mahasiswi di Pandeglang, Banten. Revenge porn adalah 'pornografi balas dendam' berbentuk ancaman penyebaran konten porno bila korban putus asmara dari pelaku. Sorotan muncul dari sana dan sini.
Kekerasan seksual terjadi pada 2021 dengan korban berinisial IAK dan terdakwa Alwi Husaeni Maolana (22). Pihak korban melalui pengacara korban dari LBH Rakyat Banten menjelaskan pelaku mencekoki korban dengan sesuatu sehingga selanjutnya terjadi perbuatan asusila.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 27 November 2022, video porno diancam disebar bila korban dan terduga pelaku putus hubungan asmara. Video sempat disebar ke teman IAK pada saat itu via DM Instagram.
Belakangan, isu ini viral lewat Twitter. Kakak korban menjelaskan ada intimidasi saat melapor dugaan pemerkosaan ke Posko PPA Kejaksaan.
Pihak Kejaksaan Tinggi Banten membantah. Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, Didik Farkhan Alisyahdi, menjelaskan perkara ini sudah sidang tiga kali dalam kasus Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Didik selaku Kajati Banten mengatakan keluarga korban datang ke Posko Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak di Kejari Pandeglang setelah sidang tiga kali berjalan, dia melaporkan pemerkosaan yang dialami adiknya tiga tahun lalu. Pihak terduga pelakunya sama, yakni Alwi. Pada saat itu, jaksa menyarankan agar terdakwa lapor polisi. Saat itulah terjadi kesalahpahaman.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menanggapi soal kasus revenge porn yang menjadi sorotan ini. Dia mengatakan Kejati Banten diminta melakukan eksaminasi perkara.
"Jadi Kejaksaan Tinggi diminta melakukan eksaminasi terhadap perkara yang sedang berjalan. Tetap lakukan eksaminasi biar nanti dilihat prosedurnya, fakta materilnya sebagaimana yang disampaikan sebagaimana di Twitter. Tetapi kita lakukan upaya penelitian dari Kejaksaan Tinggi," kata Ketut saat dimintai konfirmasi terpisah, Selasa (27/6/2023).
Berikut adalah sorotan-sorotan atas kasus ini:
Lihat juga Video: Karyawati AD Alami Trauma Usai Diajak Bos 'Staycation' Demi Kontrak
Sorotan kakak korban: Intimidasi saat lapor
Kakak korban, Iman Zanatul Khaeri, mengunggah cuitan Twitter, menyoroti kasus yang menimpa adiknya. Sorotan ini viral membetot perhatian publik. Dia menyoroti penanganan aparat penegak hukum yang tidak baik terhadap kasus adiknya, korban revenge porn dan kekerasan seksual.
"Adik saya diperkosa. Pelaku memaksa menjadi pacar dengan ancaman video atau revenge porn. Selama tiga tahun ia bertahan penuh siksaan. Persidangan dipersulit, kuasa hukum dan keluarga saya (korban) diusir pengadilan. Melapor ke posko PPA Kejaksaan, malah diintimidasi," demikian narasi viral yang disebut ditulis kakak korban.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten Didik Farkhan Alisyahdi dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pandeglang Helena Octaviane buka suara. Didik dan Helena membantah narasi viral itu.
![]() |
Sorotan kuasa hukum korban: Pengacara tak boleh dampingi
Kuasa hukum korban dari LBH Rakyat Banten, Muhammad Syarifain, menyayangkan kurangnya komunikasi dan tidak informatifnya pengadilan dan kejaksaan terhadap pihak korban.
Dia mengatakan pihak korban baru mendapatkan informasi mengenai mengenai persidangan pada sidang kedua. Dia menduga pihak jaksa tak berkenan pihak korban didampingi pengacara.
"Kita tidak tahu dakwaannya apa. Sebab kita tidak diberitahu ada persidangan. Kami meminta dakwaan kepada jaksa penuntut, malah menghindar. Belakangan kami baru tahu ternyata mereka tidak mengharapkan keberadaan pengacara untuk mendampingi korban sebagaimana pernyataan saudara korban di Twitter," kata Rizki Arifianto, kuasa hukum dari LBH Rakyat Banten.
Sorotan Komnas Perempuan soal pengacara tak boleh pantau sidang
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyoroti sidang kasus tersebut. Andi mengatakan pihak keluarga korban perlu menghubungi Komite Kejaksaan untuk melakukan pengawasan. Sebab pihak korban tidak diperbolehkan memantau sidang. Pasalnya, menurut Andy, kehadiran pendamping dalam persidangan penting.
"Keluarga perlu menghubungi komite kejaksaan untuk melakukan pengawasan kenapa jaksa tidak membolehkan keluarga, kuasa hukum memantau sidang," kata Andy kepada wartawan di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023).
Sorotan kuasa hukum korban: Video asusila tak ditunjukkan
Selain itu, pengacara korban melihat ada kejanggalan karena alat bukti utama berupa video asusila tak ditunjukkan jaksa ke hakim dalam sidang.
Keanehan lain, dia mengungkit saat kuasa hukum meminta agar nama korban tidak ditampilkan dalam situs SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara), yang terjadi justru sebaliknya.
"Sidang kedua, rencananya tanggal 30 Mei 2023, namun diundur menjadi 6 Juni 2023. Setelah melihat nama korban muncul dalam aplikasi, Kami juga bersurat kepada pengadilan agar nama korban tidak dimunculkan. Namun, yang terjadi nama terdakwa yang hilang, nama korban masih muncul. Kok seolah-olah yang dilindungi privasinya adalah terdakwa, bukan korban yang jelas-jelas dirugikan jika data pribadinya tersebar," tambahnya.
Sorotan soal diminta memaafkan korban
Muncul kabar, pihak kejaksaan meminta korban memaafkan terdakwa. Kabar ini dibantah. Kejaksaan bilang tidak pernah memaksa dan pihak korban juga tidak pernah memaafkan terdakwa.
"Ada pernyataan, saya agak bingung juga, karena gini, kok dibilang kami memaksa untuk supaya korban memaafkan. Padahal itu di persidangan hakim dan majelis, korban nggak di dalam karena nggak kuat lihat pelaku," kata Helena di Pandeglang, Selasa (27/6) tadi.
Kajari Pandeglang, Helena Octaviane, membantah pihaknya memaksa mahasiswi korban revenge porn memaafkan terdakwa Alwi Husen Maolana (22) selama di persidangan. Dia mengatakan proses sidang sudah berjalan.
"Ada pernyataan, saya agak bingung juga, karena gini, kok dibilang kami memaksa untuk supaya korban memaafkan. Padahal itu di persidangan hakim dan majelis, korban nggak di dalam karena nggak kuat lihat pelaku," kata Helena di Pandeglang, Selasa (27/6) tadi.
Sorotan terhadap sidang online:
Sorotan kelompok mahasiswa
Kelompok Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) turut menyoroti. Mereka mengecam kekerasan seksual tersebut. Selain itu, mereka juga menyoroti penanganan Kejaksaan terhadap kasus ini.
Dalam keterangan tertulis, Ketua Umum Badan Koordinasi HMI Jabodetabeka-Banten, M Adhiya Muzakki, berharap Kejari dapat menjaga sikapnya. Kejaksaan Agung (Kejagung) diharapkannya turun tangan untuk menangani kasus penanganan perkara di Pandeglang ini.
"Kejagung RI harus turun tangan mengawal kasus ini. Juga turun tangan untuk menindak oknum jaksa nakal yang telah mencemari dan mengotori nama baik kejaksaan," desak Adhiya.
Sorotan terhadap sidang online
Keluarga korban kecewa dengan sidang beragendakan pembacaan putusan terdakwa Alwi Husen Maolana digelar secara daring (online), pada Selasa (27/6/2023). Seharusnya, sidang sudah mulai sejak jam 09.00 WIB namun setelah tiga jam belum mulai juga, muncul pengumuman sidang digelar online.
"Terdakwa ini tidak dihadirkan jadi kami sangat kecewa harusnya itu yang dijaga privasinya adalah korban tetapi di sini malah terdakwa ini sangat dilindungi seperti Sultan Pandeglang, jadi kami kecewa berat," kata kakak korban, Iman Zanatul Haeri.
![]() |
UU TPKS tak dipakai
Semula pihak korban ingin agar kasus ini diproses menggunakan Undang-Undang TIndak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Namun ternyata, kasus ini diproses pakai UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Jadi pada awalnya kuasa hukum melaporkan dugaan kekerasan seksual dan Pemerkosaan, namun penyidik dari cyber crime Polda Banten mengarahkan ke UU ITE. Alasannya karena bukti-bukti yang mereka dapatkan adalah tentang bukti-bukti elektronik atau digital," kata kata kakak korban, Iman di Pandeglang, Selasa (27/6/2023).