Ini adalah tahun ke-9 Sanah bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di rumah Santi. Ia mengaku betah bekerja di rumah besar di kawasan Sunter Jakarta Utara itu.
"Enaknya itu di sini itu ya kayak keluarga sendiri. Sama anaknya, anak-anaknya ya kayak teman aja. Sii Ibu juga ya kayak teman, kayak ya bukan kayak bos lah, Mbak. Kalau sama Ibu Mbak, saya tuh semuanya curhat Mbak, saya Ibu. ya ngobrol, ngegosip, masak, ngegosip, wah!" terang Sanah kepada tim Sudut Pandang detikcom.
Hal ini tidak lepas dari strategi Santi yang berusaha dekat dengan Sanah sejak awal mula bekerja di rumahnya. Ia mengaku, selama ini Sanah diperlakukan layaknya keluarga sendiri. Dengan demikian, Santi pun berusaha menggerus jarak antara majikan dengan pegawai. Tidak hanya diterapkan pada dirinya sendiri, Santi pun menanamkan ide ini kepada seluruh anggota keluarganya.
Kondisi ini pun ternyata memberi dampak baik pada performa kerja asisten rumah tangga berumur 37 tahun itu. Santi, sang majikan pun memuji kinerja Sanah yang hampir tidak pernah mengecewakan selama dirinya bertugas.
"Dia cekatan. Pinter banget. Pokoknya saya udah nggak perlu jelasin kayak gimana lagi, sampai hari ini, udah semuanya malahan yang belum pernah saya kasih tahu pun udah dikerjain sama dia. Dan satu lagi, yang paling saya suka dari Mbak Sanah itu kejujurannya. Dia sangat juju," ungkap Santi.
Belakangan, perjalanan mencari asisten rumah tangga (ART) bisa jadi tantangan tersendiri. Banyaknya pilihan memperoleh pendapatan di masa kini, membuat sebagian orang kesulitan untuk mendapatkan pekerja rumah tangga. Masalah pun menjadi semakin runyam ketika Salah satunya adalah soal membuat ART betah bekerja dan tidak pergi tanpa kabar.
Padahal, banyak pengguna jasa yang rela melakukan apa saja demi membuat si ART betah. Bernadine Amanda, misalnya. Ibu satu anak ini memutar otak untuk membuat ART nyaman bekerja di rumahnya.
Usaha dilakukan Mulai dari memberi upah kompetitif, memenuhi kebutuhan harian ART, hingga menambah jumlah ART untuk membagi beban kerja. Namun, semua usaha itu tetap saja sia-sia.
Perihal mengapa ART jarang merasa betah adalah pertanyaan yang masih menggantung di benak Manda. Meski demikian, ia memilih ikhlas. Selama ia memberikan hak yang layak untuk pekerjanya, ia tak banyak menuntut ART untuk melakukan ini-itu.
"Saya sih sudah di titik ini, yang, ya udah pokoknya kita berbuat baik sama mereka sesuai hak mereka, dan juga sebagaimana mestinya. Cuma, ujung-ujungnya juga, itu bukan jaminan orang stay kan," jelas Manda, yang sudah bergonta-ganti ART sebanyak 8 kali dalam dua tahun.
Nyatanya, ada banyak variabel yang membuat ART betah di tempat kerjanya. Salah satu dalih itu dituturkan oleh Wulan. Wanita yang berprofesi sebagai babysitter selama tujuh tahun ini mengaku, konflik dengan sesama pekerja rumah tangga adalah penyebab utama ia memilih pindah tempat kerja.
"Ya terkadang yang bikin nggak betah itu ketika ada orang yang baru, kayak ART baru, kayak gitu itu kadang susah. Jadi kita lebih mengalah, kalau saya lebih mengalah dari yang lain," jelas Wulan.
Hal senada juga diungkapkan Sanah. Ia mengaku tidak pernah bermasalah dengan pengguna jasanya. Ia juga selalu gembira mengerjakan pekerjaan rumah. Namun, ia sering merasa tidak nyaman ketika ada ART lain yang bekerja di tempat yang sama dengannya.
"Bukannya nggak suka sama orang, tapi lebih enak kerja sendiri. Umpamanya kita kerja berdua, terus ada yang berantakan, dianya masih santai, kan otomatis kitanya yang, 'Kok gitu?' gitu lho Mbak. Mending sendiri, kalau saya dari dulu. Nggak enak Mbak, kerja berdua. Kadang-kadang malah cari musuh, kalau buat saya," terang Sanah.
Sanah beruntung, setelah tiga kali pindah tempat kerja, ia menemukan kenyamanannya di tempat yang sekarang. Mulai dari kebebasan untuk bekerja sendiri, fasilitas yang cukup, hingga perlakuan tuan rumah yang menganggapnya seperti saudara sendiri.
Di sini, kenyamanan menjadi faktor penting dalam menentukan lamanya masa kerja para ART itu. Selain perlu penyesuaian pribadi, hal ini bisa didapat dengan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dipenuhi ART serta pengguna jasa.
Sebenarnya, Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga mengatur persoalan tersebut. Di dalamnya, terdapat 9 butir hak dan 4 butir kewajiban ART.
Sayangnya, seringkali yang dikritisi adalah perangai buruk para majikan yang berimbas pada tidak terpenuhinya hak-hak para pekerja. Sementara itu, jarang sekali ada pihak yang membahas kelalaian ART dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Artinya, dalam level privat, hubungan pekerja dan pemberi kerja di lingkungan domestik masih banyak dilandasi oleh keputusan bersama.
Saat ini, UU Ketenagakerjaan masih dalam pembahasan dengan DPR. Banyak pihak yang meminta agar rencana tersebut segera diterapkan agar pekerja dapat memiliki pedoman yang ketat di tingkat nasional.
Namun, perhatian lebih perlu diberikan untuk memastikan bahwa semua aturan yang disiapkan seimbang untuk semua yang terlibat. Tidak hanya mendorong pemenuhan hak satu pihak, tetapi mengabaikan pihak lain.
Baca juga: Menelisik Kisah Klasik ART |
(nel/vys)