Lembaga perkawinan membuat terjadinya peleburan harta antar pasangan, selain diperjanjikan sebaliknya. Lalu bagaimana bila si suami melakukan tindakan keperdataan tanpa izin si istri?
Berikut pertanyaan pembaca yang diterima detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com.
Selamat pagi "redaksi detikcom" dan bapak Andi Saputra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama saya Reny dari Madiun, Jawa Timur.
Kronologi masalah:
Lima tahun lalu saya membeli motor dengan sistem kredit dan saat ini sudah selesai masa kreditnya. Ternyata suami saya membohongi saya. BPKB motor ternyata diatasnamakan suami. Saya tahunya baru awal tahun ini.
(Karena saya bekerja di luar negeri, dan saat cuti saya ambil motor by kredit. Sebelum berangkat kerja lagi, saya sudah bilang jika BPKB atas nama saya, karena saya yang bayar DP dan keseluruhan cicilannya).
Saat pulang ke tanah air (Januari 2023), dan hubungan dengan suami sudah tidak baik, saya meminta motor saya dan BPKB. Motornya dikasih, tapi BPKB-nya dijadikan pinjaman (dia tidak bilang berapa pinjamannya, berapa kali diangsur dan di mana dia menggadaikan BPKB tersebut).
Pertanyaan:
1. Saya ingin membaliknamakan motor saya menjadi nama saya (saat ini nama suami). Apakah itu bisa saya lakukan?
2. Apakah bisa diklaim kalau motor itu adalah seratus persen hak saya (meski BPKB atas nama suami?
3. Apakah bisa pihak bank atau suami sewaktu-waktu mengambil motor tersebut, mengingat BPKB atas nama suami.
4. Bagaimana saya membuktikan jika motor itu saya yang beli?
Terima kasih
Reny
Madiun
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. Berikut penjelasan lengkapnya:
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara sampaikan. Kami akan coba membantu untuk menjawabnya satu per satu.
1. Saya ingin membaliknamakan motor saya menjadi nama saya (saat ini nama suami). Apakah itu bisa saya lakukan?
Dari pertanyaan di atas, kami mengasumsikan bahwa Saudara dan pihak suami tidak pernah membuat Perjanjian Perkawinan, sehingga segala harta atau aset yang diperoleh selama masa perkawinan merupakan harta bersama (harta gono gini) antara Saudara dengan suami.
Terkait dengan kendaraan motor yang sudah lunas kreditnya, oleh karena didapat pada saat masa perkawinan, maka termasuk harta bersama sekalipun di dalam Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) adalah atas nama suami. Dengan demikian, Saudara juga mempunyai hak atas kepemilikan motor tersebut.
Kendaraan berupa mobil/motor termasuk benda bergerak menurut sifatnya. Hal ini sesuai sebagaimana ketentuan Pasal 509 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa kebendaan bergerak menurut sifatnya adalah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan. Selanjutnya, ketentuan Pasal 612 Ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak berwujud, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada.
Atas dasar tersebut, peralihan kepemilikan motor bisa terjadi dengan adanya penyerahan dari suami kepada Saudara. Untuk itu, Saudara dapat meminta kepada suami agar membalik nama BPKB motor menjadi ke atas nama Saudara, namun tentunya dengan pendekatan dan pembicaraan yang baik terlebih dahulu. Akan tetapi, sekalipun BPKB motor masih atas nama suami, Saudara tetap mempunyai hak karena motor tersebut adalah harta bersama.
2. Apakah bisa diklaim kalau motor itu adalah seratus persen hak saya (meski BPKB atas nama suami)?
Dari jawaban 1 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motor yang dimaksud menjadi milik bersama antara Saudara dengan suami, walaupun waktu itu Saudara yang membayarkan uang muka (DP) kredit dan angsuran setiap bulannya. Hal tersebut dikarenakan motor diperoleh dalam masa perkawinan sehingga termasuk harta bersama. Hal ini sesuai sebagaimana ketentuan Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU 1/1974) yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
3. Apakah bisa pihak bank atau suami sewaktu-waktu mengambil motor tersebut, mengingat BPKB atas nama suami.
Sehubungan dengan perbuatan suami yang sudah menggadaikan motor tanpa persetujuan Saudara, dapat mengakibatkan perjanjian kredit atau perjanjian gadai atau perjanjian utang piutang yang telah dibuat menjadi tidak sah menurut hukum. Hal ini karena setiap perbuatan hukum atas harta bersama harus mendapatkan persetujuan suami istri, sebagaimana ketentuan Pasal 36 Ayat (1) UU 1/1974 yang menyatakan bahwa mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas perjanjian kedua belah pihak. Artinya, penggunaan harta bersama harus dilakukan atas persetujuan bersama suami istri, kecuali bila ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit atau perjanjian gadai atau perjanjian utang piutang yang telah dibuat oleh suami adalah cacat hukum karena melanggar ketentuan syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1320 Ayat (4) KUHPerdata, yaitu sebab yang halal. Lebih lanjut, Pasal 1337 KUHPerdata mengatur bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Oleh karena itu, apabila ketentuan KUHPerdata di atas dihubungkan dengan persyaratan penggunaan harta bersama menurut Undang-Undang Perkawinan, maka suami Saudara tidak diperbolehkan melakukan perjanjian kredit atau perjanjian gadai atau perjanjian utang piutang terhadap harta bersama tanpa persetujuan Saudara selaku istrinya yang sah.
Apabila nantinya jika dalam perjalanan kredit suami Saudara mengalami gagal bayar dan pihak penerima gadai ataupun bank/leasing yang menerima jaminan motor melakukan eksekusi terhadap motor, Saudara dapat menempuh langkah hukum lebih lanjut, sebagai keberatan dan perlawanan atas tindakan suami yang melakukan perbuatan hukum atas harta bersama tanpa persetujuan Saudara.
4. Bagaimana saya membuktikan jika motor itu saya yang beli?
Sebagaimana yang telah kami uraikan di atas, sekalipun Saudara dapat membuktikan bahwa uang DP beserta seluruh angsuran setiap bulannya adalah Saudara yang membayarkannya, namun oleh karena motor tersebut adalah harta bersama, maka kepemilikannya juga adalah bersama-sama dengan pihak suami. Pun demikian, suami Saudara tidak dapat mengklaim sepihak kepemilikan atas motor karena Saudara tetap mempunyai hak di dalamnya.
Terhadap harta bersama apabila terjadi perceraian, maka bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 37 UU 1/1974, yang menyatakan bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Kalimat "menurut hukumnya masing-masing" di sini berarti mengacu kepada hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum lainnya yang berlaku.
Bagi yang tunduk kepada hukum perdata barat, maka mengacu kepada ketentuan Pasal 126 Ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan persatuan demi hukum (harta bersama) menjadi bubar salah satunya karena perceraian. Kemudian ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 128 KUHPerdata bahwa setelah bubarnya persatuan, maka harta benda kesatuan dibagi dua antara suami dan istri.....dst. Bagi yang menundukan diri kepada hukum Islam, maka berlaku ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa janda atau duda yang bercerai, maka masing-masing berhak seperdua (Β½) dari harta bersama, sepanjang tidak ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat.
Salam.
Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.