Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB Arzeti Bilbina mengecam keterlibatan oknum Tenaga Kesehatan (Nakes) yang melakukan praktik perdagangan bayi dengan modus adopsi. Dia mendorong pelaku yang memanfaatkan fasilitas kesehatan (faskes) untuk melakukan kejahatan tersebut dihukum seberat-beratnya.
"Faskes dan Nakes mestinya jangan melibatkan diri dalam kemudahan-kemudahan agar pasangan di luar nikah tidak menggampangkan memiliki bayi. Nakes dan faskes yang terlibat dalam kasus perdagangan bayi berkedok adopsi harus diberikan sanksi berat agar ada efek jera," kata Arzeti dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/5/2023).
Sebagai informasi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus perdagangan bayi dalam tiga tahun terakhir mengalami kenaikan, meski di tahun 2022 terjadi penurunan. Di tahun 2020 terdapat 213 kasus, tahun 2021 terdapat 406 kasus dan tahun 2022 terdapat 219 kasus.
Sedangkan, Komnas Perlindungan anak mengurai pada tahun 2021 terdapat 11 kasus perdagangan anak dan bertambah pada tahun 2022 dengan 21 kasus.
Disebutkan, praktik perdagangan bayi dengan modus adopsi ini diduga terjadi di Provinsi Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta. Arzeti pun mendorong Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengawasi ketat faskes-faskes pelayanan persalinan di seluruh daerah. Baik itu klinik pribadi atau rumah sakit agar tidak lagi terjadi adanya kasus perdagangan bayi bermodus adopsi.
"DPR tidak akan tinggal diam terkait hal ini. Kami menuntut tindakan dari Pemerintah dan penegak hukum. Kejahatan tersebut sangat sistematis dan merupakan sindikat jaringan. Memanfaatkan kejadian kehamilan di luar nikah dan ketidakmampuan masyarakat membayar persalinan, sangat tidak bisa ditolerir," ujarnya Arzeti.
Kepada para calon orangtua yang sedang menantikan kehadiran buah hati, Arzeti mengimbau untuk mengikuti aturan yang berlaku jika ingin menempuh jalur adopsi. Hal yang sama juga berlaku bagi perempuan yang melahirkan anak di luar nikah dan memutuskan menyerahkan anaknya untuk diadopsi orang lain.
"Tidak ada pembenaran untuk menjual bayi, apapun alasannya. Apabila memang hendak menyerahkan anak untuk diadopsi, gunakan cara-cara benar yang legal," ujarnya.
Arzeti menilai praktik perdagangan bayi diketahui juga terjadi karena permasalahan sosial ekonomi. Dia mengambil contoh seperti orangtua yang sudah memiliki banyak anak dan tidak lagi sanggup menafkahi buah hatinya karena terhimpit masalah ekonomi, sehingga memutuskan menjual anaknya.
Dia menyebut banyak juga kejadian jual beli bayi dikarenakan orangtua yang menginginkan anak tidak sabar mengikuti prosedur pengadopsian anak. Untuk itu, Komisi IX yang membidangi urusan Kesehatan tersebut meminta pemerintah mempermudah dan menyederhanakan proses dalam tahapan proses adopsi.
Dalam proses adopsi anak, Pemerintah Daerah menyiapkan tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak (TP3A) yang akan melakukan penilaian terhadap calon orang tua adopsi.
"Untuk keamanan dan kenyamanan pihak-pihak terkait, memang diperlukan berbagai langkah yang sangat rigid. Tapi penyederhanaan perlu dipertimbangkan agar praktik adopsi ilegal tidak semakin menjamur," sebut Arzeti.
"Dengan kemudahan prosedur adopsi anak, kami di DPR berharap tidak ada lagi orangtua yang hendak mengadopsi memilih cara ilegal untuk mendapatkan anak. Pemerintah harus betul-betul memfasilitasi," tambahnya.
Simak selengkapnya di halaman berikut
(eva/idn)