Dua sampai tiga kali sebulan, Ade 'Bibier' Kurniyawan mesti pulang-pergi dari Bekasi ke studio rekaman stasiun televisi di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Perjalanan panjang ini berlangsung sejak 2005 hingga 2007. Bukan perkara sederhana, ia perlu mengantarkan 'suara' untuk sebuah karakter kartun yang cukup populer di Indonesia saat itu.
Ade adalah suara di balik Spongebob Squarepants yang ikonik. Meski hanya dua tahun memberi nyawa pada sosok kotak berwarna kuning ini, karakter berkepribadian ceria itu terus menempel pada diri Ade hingga kini.
"Hehehe. Aku siap, aku siap! Ayo kita pergi berburu ubur-ubur dan membuat Krabby Patty yang banyak, teman!" ujar Ade, memperagakan suara sang karakter di program Sosok detikcom.
Jauh sebelum berjumpa dengan tokoh kartun itu, Ade telah memulai kariernya sebagai dubber profesional pada tahun 1995. Jenis suara Ade yang ringan dan ceria, membuatnya sering ditunjuk untuk mengisi peran-peran sampingan yang jenaka.
Setelah berkiprah 10 tahun lamanya, bertemulah ia dengan Spongebob. Kala itu, ia menggantikan Santosa Amin, dubber sebelumnya.
Bagi Ade, pertemuannya dengan penghuni Bikini Bottom itu merupakan masa yang tidak terlupakan. Spongebob Squarepants adalah titik balik kehidupan kariernya. Sejak mengisi karakter bawah laut itu, persona tersebut terus menempel padanya hingga sekarang. Namanya pun terus dikenal oleh para penghuni dunia penyiaran.
Namun kondisi itu ternyata tidak memberikan dampak cukup besar bagi hidupnya. Ade mengaku, sulih suara tak bisa ia jadikan sebagai profesi utama. Sebab, menjadi dubber bukanlah profesi populer di zaman itu. Proyek yang tidak pasti serta statusnya sebagai pekerjaan lepas membuat pemasukan Ade tidak stabil.
Meski sudah memiliki nama, Ade tidak bisa mematok harga untuk jasanya saat itu. Sebab, nilai apresiasi untuk setiap suara yang didaraskannya sudah ditentukan oleh sang klien.
"Untuk Spongebob dibayar di bawah 100 ribu rupiah per episode, saat itu," terang Ade.
Umumnya para dubber, termasuk Ade, merekam 3 sampai 5 episode sehari di satu studio. Beberapa dubber bisa rekaman di lebih dari satu studio dalam sehari. Melalui cara inilah, aku Ade, para dubber di zamannya bisa bertahan secara finansial.
Tantangan tak berhenti di sana. Nilai upah yang diputuskan sepihak itu tidak dibayarkan begitu Ade menyelesaikan pekerjaan. Biasanya, bayaran diberikan per 10 episode. Dengan kata lain, Ade baru bisa mendapatkan hasilnya menjual suara 3 hingga 4 bulan setelah rekaman. Dua tahun setelah bergelut dengan kondisi yang baginya tidak ideal itu mendorongnya untuk bersikap. Ia menolak untuk menandatangani kontrak yang disodorkannya saat itu.
"Ada satu hal yang mengganjal, yang bikin saya akhirnya, 'udah dulu deh'. Karena tidak sesuai dengan apa yang di pikiran saya, ketika harus menandatangani 'bahwa suara saya akan dipergunakan untuk media-media yang lain'. Satu keberatan buat saya adalah, berarti saya menyetujui. Oh yaudah, akhirnya, Spongebob juga, mau nggak mau, berarti saya berhenti," jelas Ade.
Di balik tawa renyah Spongebob, halaman selanjutnya
(nad/vys)