Jual beli rumah memiliki banyak pertalian keperdataan. Oleh sebab itu konsumen harus lebih teliti dalam mengambil tindakan.
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate. Berikut pertanyaan lengkapnya yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com
Sudah 10 tahun saya menempati rumah sampai saat ini, saya tidak diberikan SPPT oleh pihak developer maupun bank, mau mengurus sendiri tidak bisa karena doc yang diberikan bank tidak lengkap. Dan pihak bank malah memberikan solusi untuk penambahan kurang bayar BPHTB dikarenakan tunggakan developer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa yang harus saya lakukan?
Karena awal KPR saya sudah membayar BHPT. Dan setiap saya minta SPPT selalu jawaban dari RT setempat belum ada, saya ke bank disarankan mengurus sendiri tapi tidak dikasih doc lengkap, ternyata tanahnya belum dipecah.
Mohon bantuannya apa yang harus saya lakukan? karena tunggakan developer oleh pihak bank malah dibebankan ke nasabah yang mengambil rumah.
JAWABAN:
Terima kasih atas pertanyaan Anda,
Ketentuan Permintaan SPPT PBB-P2 Wajib Pajak
Pertama-tama, perlu diketahui terlebih dahulu definisi dari Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ("SPPT") yang didasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, sebagai berikut:
"Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada Wajib Pajak."
Merujuk pada kronologi Anda dan ketentuan di atas, diasumsikan pajak terutang yang termaktub dalam SPPT merupakan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan ("PBB-P2"), dikarenakan Anda sebagai pemilik rumah dan sudah menempati rumah selama 10 (sepuluh) tahun yang diwajibkan membayar PBB-P2 tahunan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) dan (3) jo. Pasal 5 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ("UU 1/2022"), menyatakan:
Pasal 4 ayat (2) dan (3):
"(2) Pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota terdiri atas:
a. PBB-P2;
b. BPHTB;
c. PBJT;
d. Pajak Reklame;
e. PAT;
f. Pajak MBLB;
g. Pajak Sarang Burung Walet;
h. Opsen PKB; dan
i. Opsen BBNKB."
"(3) Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipungut oleh Daerah yang setingkat dengan Daerah provinsi yang tidak terbagi dalam Daerah kabupaten/kota otonom."
Pasal 5 ayat (1) dan (3):
"(1) Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e serta Pasal 4 ayat (2) huruf a, huruf d, huruf e, huruf h, dan huruf i merupakan jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah."
"(3) Dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain adalah surat ketetapan pajak daerah dan surat pemberitahuan pajak terutang."
Merujuk ketentuan-ketentuan di atas, maka SPPT PBB-P2 dapat Anda mintakan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah objek PBB-P2 berletak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota tersebut, bukanlah melalui pihak Developer, Bank ataupun Ketua Rukun Tetangga ("RT").
Terkait BPHTB yang Telah Dibayarkan oleh Wajib Pajak
Kemudian merujuk kronologi Anda yang menyatakan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ("BPHTB") rumah Anda yang telah dibayarkan oleh Anda selaku pihak pembeli pada saat transaksi jual-beli rumah. Maka, apabila BPHTB yang telah dibayarkan oleh Anda selaku pihak pembeli, maka Anda telah menunaikan kewajiban Anda dalam transaksi jual-beli rumah.
Dengan demikian, apabila dikatakan terdapat penunggakan pembayaran oleh pihak Developer kepada Bank yang diasumsikan adalah Pajak Penghasilan Penjualan ("PPh") yang menjadi kewajiban pihak penjual bukanlah BPHTB yang dimaksud, hal itu menjadi kewajiban pihak Developer jika terdapat utang kepada pihak Bank, dan Anda tidak memiliki kewajiban apapun lagi terkait BPHTB, namun hanyalah kewajiban PBB-P2 yang nilainya termaktub dalam SPPT.
Anda juga tidak akan dikenakan sanksi pidana, yang dikarenakan permasalahan Anda tersebut telah lebih dari 5 (lima) tahun pajak terutang sesuai dengan ketentuan Pasal 182 UU 1/2022.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Frans S Hutapea
Advokat
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Simak juga 'Jokowi Geram Mengumpulkan Pajak Sulit, Malah Dibeli Barang Impor':