Polisi masih menyelidiki kasus sengketa lahan yang melibatkan anggota Provos Polsek Jatinegara, Bripka Madih. Polisi turut menggandeng Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengusut kasus tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko berujar pihaknya melibatkan pemangku kebijakan untuk memeriksa alas hak atau pengajuan permohonan hak atas tanah dari pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa.
"Pertama BPN, camat, lurah, tentu menjadi bagian daripada administratif. Karena bicara kepemilikan objek ada lahan, objek berarti bicara alas hak. Alas hak tentu Polri membutuhkan stakeholder untuk melihat risalah fakta hukum yang terjadi," kata Trunoyudo kepada wartawan, Rabu (8/2/2023).
Trunoyudo menambahkan pihaknya juga akan menyelidiki Akta Jual Beli (AJB) yang sudah disita. Tujuannya memeriksa keabsahan dari setiap alas hak yang dimiliki masing-masing pihak.
"Kemudian terkait dengan AJB yang telah dilakukan penyitaan juga telah dilakukan scientific untuk diuji di antaranya penyesuaian atau kesesuaian di uji terkait sidik jari," jelasnya.
Trunoyudo menambahkan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya masih melengkapi bukti terkait kasus tersebut. Hal ini dilakukan sebagai transparansi dan membuat terang perkara yang ada. Kasus ini sendiri dilaporkan pada 2011. Selama perjalanan kasus itu sudah 16 saksi diperiksa dan sementara belum ditemukan adanya pidana terkait kasus yang dilaporkan orang tua Madih itu.
"Kasus ini berbicara administratif bicara kepemilikan lahan tentunya ini yang mendasari pada fakta hukum nanti kita akan uji apa yang menjadi alas hak masing-masing sehingga semua menjadi terang," pungkasnya.
Kelurahan Angkat Bicara soal Pembayaran Pajak Girik
Bripka Madih mengaku masih membayar pajak atas girik C 191 di Jatiwarna, Kota Bekasi, yang menjadi sengketa. Pihak kelurahan mengungkap faktanya.
Sekretaris Lurah Jatiwarna, Kustara, mengatakan pihaknya tidak menerima pembayaran girik 191 yang diklaim Madih. Sebab, kini sistem pembayaran sudah berbeda.
"Tidak betul (Bripka Madih membaur girik). Karena sudah pakai sistem PBB itu sudah pakai girik. Kalau 191 adalah girik itu tidak bisa dibayarkan pajaknya, karena sudah berubah sistem," kata Kustara saat dihubungi, Rabu (8/2/2023).
Kustara menyebutkan, setiap tahunnya Bripka Madih hanya membayarkan PBB lahan seluas 500 meter persegi dengan nominal Rp 1.396.500. Sementara lahannya yang dipermasalahkan olehnya seluas 1.600 meter persegi.
"Ini membayar pajak dasar SPPT PBB yang luasnya 500 meter persegi pada tahun 2022 yang tahun ini belum bayar. Kemudian Pak Madih ini dikenakan pajaknya per tahun Rp 1.396.500 itu sudah bayar sampai tahun 2022 tinggal yang belum bayar 2023," tuturnya.
Kustara mengatakan, dengan diubahnya sistem tersebut, kini pembayaran pajak langsung masuk ke dalam rekening pemerintah.
"Dulu dari tahun 2009 ke sono mungkin masih bisa. Tapi setelah pajak bumi dan bangunan (PBB) itu menjadi PAD (pendapatan asli daerah) dilimpahkan ke badan pendapatan daerah (Bappeda). Nah Bappeda membuat sistem dalam rangka pembayaran pajak bumi dan bangunan buat masyarakat Kota Bekasi agar pajaknya langsung masuk ke rekening pemerintah kota Bekasi," jelasnya.
(mea/mea)