Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengungkap fakta baru terkait Bripka Madih yang mengaku jadi korban 'polisi peras polisi' di kasus dugaan sengketa lahan. Hengki menyebut keluarga Bripka Madih mengakui sejumlah tanah yang dilaporkan Bripka Madih itu sudah terjual sebelum 2011.
Mulanya, Hengki mengatakan Bripka Madih melaporkan kasus sengketa lahan itu pada 2011. Hengki menyebut penyidik yang menangani kasus itu telah memeriksa 16 saksi.
"Tentang perihal yang disampaikan oleh Bripka Madih ini terjadinya pemerasan dan sebagainya itu terjadi pada tahun 2011 apakah perkaranya tidak ditindaklanjuti? Ini harus kami tekankan ini, kita sudah memeriksa pada saat itu penyidik ya, sudah memeriksa 16 saksi termasuk saksi pembeli dan yang membawa bukti-bukti dan sebagainya kemudian juga kita periksa daktiloskopi, sudah ditindaklanjuti sebenarnya," kata Hengki saat jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Minggu (5/2/2023).
Hengki lalu mengatakan ada yang tidak konsisten antara yang disampaikan Bripka Madih dengan data yang dimiliki polisi. Hengki menyebut luas tanah yang dituntut seluas 3.600 m2, sedangkan laporan pada 2011 itu tanah yang dipermasalahkan seluas 1.600 m2.
"Kedua, kami berbicara fakta dan data. Terjadi hal yang tidak konsisten ataupun berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Pak Bripka Madih di media maupun dengan data yang ada di kami terkait LP tahun 2011. Pak Madih menyampaikan bahwa yang dituntut adalah tanah seluas 3.600 m2 padahal LP pada tahun 2011 itu yang dipermasalahkan hanya 1.600 m2," ujarnya.
Hengki menekankan luas tanah yang menjadi sengketa hanya seluas 1.600 m2 berdasarkan keterangan dari saksi-saksi. Namun, kata Hengki, Madih tetap enggan mengaku.
"Dan itu sesuai dengan BAP daripada korban dalam hal ini pelaporannya Ibu Halimah, orang tua Pak Madih, kakak-kakaknya Pak Madih itu juga di BAP menyampaikan yang kami permasalahkan itu (tanah) 1.600 m2. Kemudian atas nama Gunandar, Madin, dan berbagai lagi, saksi-saksi yang sudah diperiksa, yang dipermasalahkan adalah 1.600 m2. Jadi ini harus, tadi kami sudah klarifikasi. Oleh beliau tidak diakui," katanya.
Kepada penyidik, kata Hengki, Madih menyebut luas tanah sengketa yang diklaim seluas 3.600 m2 itu tidak pernah dijual. Padahal, sebut Hengki, para saksi termasuk dari keluarga Madih, mengungkap adanya penjualan terkait tanah itu tepat pada 2011 saat Madih melaporkan sengketa lahan.
"Pak Madih menganggap dari 3.600 m2, ini tidak pernah dijual sama sekali. Ini dicatat ya, hasil kita musyawarah tadi, dari 3.600 m2 tidak pernah dijual sama sekali, padahal dalam laporan tahun 2011 itu, saksi-saksi yang notabene berasal dari keluarga Pak Bripka Madih sudah menyampaikan, mengakui ada penjualan-penjualan itu." katanya.
"Dari orang tuanya, dari kakaknya, dan lain sebagainya nih, memang ada yang dijual-jual. Tapi ada yang sedang kami hitung kembali. Kemudian nanti yang berkompeten akan menjawab ini semua by data. Kalau dari data kami, kami menemukan 10 AJB, yang dijual oleh, langsung orang tuanya Pak Madih, atas nama almarhum Tongek," imbuhnya.
Hengki mengatakan polisi menemukan ada 10 akta jual beli yang dijual oleh orang tua Bripka Madih sebelum Bripka Madih membuat laporan polisi pada 2011. Namun polisi belum memerinci luas tanah yang terjual itu,
"Tapi sebelum LP 2011 itu apakah ada pelanggaran hak terhadap keluarga besar Bripka Madih ini, kalau dari data kami, kami temukan 10 AJB (akta jual beli) yang dijual oleh langsung orang tuanya Pak Madih atas nama alm Tongek dicap jempol terhadap berbagai pihak sudah dijual sampai kurun waktu 79-92. Nanti dijelaskan oleh perangkat lurah dan sebagainya," kata Hengki.