Hasil Neonbox Tak Sesuai yang Dijanjikan, Bisakah Saya Pidanakan Vendor?

ADVERTISEMENT

detik's Advocate

Hasil Neonbox Tak Sesuai yang Dijanjikan, Bisakah Saya Pidanakan Vendor?

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 13 Jan 2023 09:16 WIB
Ilustrasi warisan
Ilustrasi (Getty Images/iStockphoto/Thitiphat Khuankaew)
Jakarta -

Setiap konsumen berharap barang yang dipesannya sesuai yang diharapkan. Namun ada saja ditemui cacat produk sehingga menimbulkan konflik antara konsumen dan produsen. Bagaimana penyelesaiannya?

Berikut pertanyaan pembaca yang diterima detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com

Beberapa waktu lalu saya berkenalan dengan vendor untuk mengerjakan partisi dinding dan pembuatan meja beserta neonbox. Saat barang datang ada ketidaksesuaian bahan yang dijanjikan. Begitu pula dengan hasil neonbox yang dijanjikan. Vendor tersebut ngeles terus sampai akhirnya minta pembayaran dan sudah dibayar.

Pertanyaannya, apakah vendor tersebut bisa digugat pidana atau perdata?

Best Regards,

SUGIANTO (邓家明)


Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. Berikut penjelasan lengkapnya:

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara sampaikan. Kami akan membantu untuk menjawabnya.

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999) menyatakan bahwa :


"Hak konsumen adalah :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya."

Dari ketentuan di atas, maka perbuatan penjual yang tidak memberikan barang sesuai seperti yang dijanjikannya kepada Saudara selaku pembeli, merupakan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak konsumen. Konsekuensi bagi penjual atas pelanggaran tersebut, terdapat di dalam ketentuan Pasal 7 Huruf (g) UU 8/1999 yang secara garis besar menyatakan bahwa penjual berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Apabila pembeli merasa keberatan dengan barang yang dibelinya karena tidak sesuai perjanjian, dan penjual menolak untuk memberikan ganti rugi, maka timbul sengketa konsumen.

Terhadap permasalahan sengketa konsumen, penyelesaiannya dapat ditempuh melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/BPSK) atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum (Pasal 45 Angka (1) UU 8/1999).

Seandainya jalan penyelesaian sengketa yang dipilih adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka lembaga ini sebagaimana ketentuan Pasal 52 UU 8/1999 memiliki tugas dan wewenang yaitu :

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-Undang itu;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf (g) dan huruf (h), yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini.

Berdasarkan ketentuan Pasal 45 Angka (4) UU 8/1999, apabila upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar Pengadilan melalui lembaga BPSK dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa, maka upaya gugatan melalui Pengadilan baru dapat ditempuh. Gugatan bisa diajukan oleh konsumen atau ahli warisnya, atau sekelompok konsumen yang memiliki kepentingan yang sama, atau lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, atau pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit (Pasal 46 Angka (1) UU 8/1999).

Jika Saudara dalam menggunakan jasa vendor karena tertarik atas surat penawaran atau brosur melalui iklan promosi yang diberikan, namun hasil yang didapat tidak sesuai seperti yang dijanjikan, maka ketentuan Pasal 8 Angka (1) Huruf (f) UU 8/1999 dapat diberlakukan, yaitu bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

Sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 8 UU 8/1999 terdapat di dalam Pasal 62 Angka (1) UU 8/1999, yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar Rupiah).

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat. Salam.

Pengacara Yudhi OngkowijayaPengacara Yudhi Ongkowijaya

Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

detik's advocate

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Simak juga 'Ketiga Kalinya Revaldo Ditangkap karena Narkoba':

[Gambas:Video 20detik]



(asp/asp)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT