Hukum pembuktian pidana mewajibkan saksi untuk hadir di persidangan. Namun acapkali masyarakat takut datang ke persidangan karena berbagai hal. Bagaimana bila saksi membuat keterangan tertulis saja?
Berikut pertanyaannya:
Saya ingin bertanya. Misalnya, ada seorang saksi yang membuat surat pernyataan kemudian surat pernyataan tersebut dijadikan bukti di persidangan. Apakah surat pernyataan tersebut kuat secara hukum?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com :
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Boris Tampubolon, S.H. Berikut penjelasan lengkapnya:
Surat bukti berupa pernyataan saksi tersebut secara hukum tidak kuat. Tidak punya kekuatan pembuktian apa-apa. Dasar hukumnya, PutusanMahkamah Agung No.2901 K/Pdt/1985, tanggal 29 Nopember 1988, yang kaidah hukumnya menyatakan:
"Surat bukti yang merupakan pernyataan belaka dari orang-orang yang memberi pernyataan tanpa diperiksa di persidangan,tidak mempunyai kekuatan pembuktian apa-apa (tidak dapat disamakan dengan kesaksian)."
Jadi, bila status orang tersebut adalah saksi, maka ia harus memberi keterangan langsung di persidangan. Ia tidak bisa mengelak dengan cara hanya membuat surat pernyataan, lalu surat pernyataan itu dijadikan bukti di persidangan.
Bila ada saksi yang tidak mau diperiksa di sidang, dan hanya membuat surat pernyataan saja sebagai gantinya, maka bukti berupa surat pernyataan tersebut tidak punya kekuatan pembuktian apa-apa, dan tidak dapat disamakan dengan kesaksian.
Bila Anda masih takut menjadi saksi karena adanya ancaman maka dapat menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
![]() |
Boris Tampubolon, S.H
Advokat, dan Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers)
Tentang detik's Advocate
![]() |
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)