Permasalahan video call sex (VCS) menjadi salah satu pertanyaan yang paling banyak ditanyakan ke detik's Advocate. Meski sudah sering kali dijawab, pembaca memiliki berbagai pengalaman dan modus yang berbeda.
Berikut 3 pertanyaan pembaca yang diterima detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com
Pertanyaan I:
Selamat pagi
Hallo Pak
Perkenalkan nama saya Dea Satria. Maaf saya ingin mohon bantuannya dan ingin bertanya soal pemerasan berkedok VCS karena saya salah satu korbannya. Bagaimana solusinya supaya data privasi saya tidak tersebar. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Saya sudah sudah beberapa kali mentransfer uang tapi tetap saja diteror.
Terima kasih.
Pertanyaan II
Selamat sore
Saya mau laporin kasus video call sex/VCS. Di mana saya bertanya dan si pelaku malah mengancam saya untuk melakukan biaya cancel. Sudah jelas saya tidak memesan video call sex tersebut.
Mohon untuk ditindaklanjutin soal permasalahan ini agar tidak memakan banyak korban lagi
Pertanyaan III
Jadi belum lama saya memesan video pribadi namun saya batalkan karena biaya yang terlalu tinggi. Tidak lama kemudian ada nomor yang mengaku sebagai pengacara meminta denda uang karena saya membatalkan, saya block dan ada nomor lain menghubungi dan tetap mengancam akan menyebar identitas serta membawa ke persidangan. Kemudian saya sudah membayar sampai Rp 1 juta lebih, namun mereka terus menagih saya utang, dan mengancam akan menyebarkan informasi pribadi dan membawa ke persidangan.
Apa yang harus saya lakukan?
Tolong sekali bantuan secepatnya, saya sangat bingung harus ngapain.
Untuk menjawab masalah-masalah di atas, tim detik's Advocate merangkum jawaban dengan meminta pendapat hukum dari Achmad Zulfikar Fauzi, S.H. Berikut jawaban lengkapnya:
Saya sangat prihatin atas apa yang saudara alami, untuk ke depannya saya jika diperbolehkan saran agar saudara lebih berhati-hati sekaligus tidak tergiur akan kegiatan yang berbau asusila yang tidak dibenarkan baik dalam moral maupun nilai nilai agama. Dan agar saudara tidak dilakukan pemerasan yang berkelanjutan agar tidak menggubris kontak tersebut.
Pemerasan merupakan salah satu tindak pidana umum yang dikenal dalam hukum pidana. Tindak pidana Pemerasan diatur dalam hukum pidana sebagaimana Pasal 368 ayat 1 KUHP yang berbunyi:
"Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun".
Menurut Andi Hamzah, subjek pasal ini adalah 'barang siapa' ada empat inti delik atau delicts bestanddelen dalam Pasal 368 KUHP.
Pertama, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Kedua, secara melawan hukum.
Ketiga, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman.
Keempat, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang.
Unsur 'dengan maksud' dalam pasal ini memperlihatkan kehendak pelaku untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain. Jadi, pelaku sadar atas perbuatannya memaksa.
Memaksa yang dilarang di sini adalah memaksa dengan kekerasan. Tanpa ada paksaan, orang yang dipaksa tidak akan melakukan perbuatan tersebut.
Walaupun pemerasan bagian dari tindak pidana umum, namun tindak pidana pemerasan termasuk ke dalam delik aduan (klachdelict) yang berarti tindak pidana baru bisa diproses apabila korban membuat pengaduan/laporan.
Dari dasar di atas, perbuatan pelaku yang melakukan pengancaman menyebarkan data pribadi anda serta mengancam untuk mengirim uang adalah jelas merupakan perbuatan pemerasan dan pengancaman yang dilarang undang-undang pidana.
Mengacu Pasal 368 KUHP, perbuatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Jika teman Anda mendapat ancaman mengunggah foto pribadi, termasuk foto pribadi telanjang ke publik di media sosial, dapat diasumsikan bahwa hal ini merupakan modus pemerasan via media digital.
Jika hal itu benar-benar terjadi dan anda merasa dirugikan, maka teman Anda dapat melaporkan kepada polisi maupun penyidik Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hal itu juga diatur dalam Pasal 27 ayat (4) Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang pemerasan/pengancaman di dunia siber, yang berbunyi:
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman".
Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat 4 UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat 4 UU 19/2016 yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 27 ayat 4 UU 19/2016, ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Pasal 27 ayat 4 UU ITE dan perubahannya mengacu pada pemerasan dan/atau pengancaman pada KUHP.
Jika saudara masih diperas dan merasa Dirugikan maka anda dapat melaporkan kepada Penyidik POLRI maupun Penyidik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan Direktorat Keamanan Informasi). Kasus pemerasan dengan ancaman penyebaran video atau foto pribadi sudah banyak terjadi.
Jika perbuatan pemerasan Anda dilakukan melalui media elektronik atau media sosial maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan UU ITE.
Demikian semoga bermanfaat. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih
Salam
Achmad Zulfikar Fauzi SHAdvokat pada Rachmad S Negoro & Rekan (RSN Law Office)
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke e-mail: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Simak juga Video: Mahasiswa di Makassar Peras Mantan Pacar, Ancam Sebar Video Call Mesum!