Ahli Meringankan Kuat Ma'ruf: Hasil Uji Kebohongan Bukan Alat Bukti

Ahli Meringankan Kuat Ma'ruf: Hasil Uji Kebohongan Bukan Alat Bukti

Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Senin, 02 Jan 2023 12:41 WIB
Jakarta -

Ahli pidana dari UII Yogyakarta Muhammad Arif Setiawan bicara soal hasil uji kebohongan (lie detector) atau poligraf dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat. Arif menyebut hasil lie detector bukan alat bukti.

Hal tersebut disampaikan Arif dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022). Duduk sebagai terdakwa, sopir keluarga mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf. Arif sendiri dihadirkan sebagai ahli meringankan oleh pihak Kuat.

Mulanya, tim pengacara Kuat bertanya terkait lie detector dalam sistem pembuktian pidana. Arif mengatakan lie detector tidak diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terkait lie detector, dalam sistem pembuktian pidana kita seperti apa pandangannya?" tanya pengacara Kuat.

"Ya kalau lie detector dilihat dalam Pasal 184 KUHAP itu tidak termasuk ada di sana. Karena itu, kalau ahli memahami lie detector yang asal muasalnya itu kalau dasarnya itu dari Peraturan Kapolri, maka ahli memahami itu suatu instrumen untuk keperluan penyidikan," jawab Arif.

ADVERTISEMENT

Arif mengatakan lie detector itu hanyalah suatu instrumen dan bukan salah satu alat bukti. Dia juga menyebut lie detector bisa dijadikan alat bukti berdasarkan nilainya, bukan hasilnya.

"Nah, itu kan hanya instrumen di dalam pemeriksaan. Tetapi, ahli memahami itu bukan salah satu alat bukti. Tetapi, kalau hasil dari nilai detector itu dilakukan dengan prosedur yang benar, masih mungkin dimanfaatkan untuk dinilai oleh ahli yang mempunyai kompetensi untuk bisa membaca dan kemudian menerjemahkan hasil dari nilai detector itu," kata Arif.

"Dengan demikian, yang dipakai sebagai alat bukti bukan hasil dari laporan nilai detector-nya tadi tapi adalah pembacaan dari itu," sambungnya.

Pengacara Kuat lalu bertanya terkait keabsahan pembuktian hasil tes poligraf berdasarkan persyaratan yang ada di Perkapolri, yakni sehat jasmani, rohani, dan tanpa paksaan. Pengacara Kuat bertanya bila salah satu syarat tidak terpenuhi, apakah hasil tes lie detector bisa dijadikan alat bukti.

"Masih terkait dengan keabsahan alat bukti, dikaitkan dengan yang bapak jelaskan terkait lie detector. Berdasarkan ketentuan Pasal 13 Perkap Kapolri Nomor 10 tahun 2009, dijelaskan mengenai persyaratan pemeriksaan dengan poligraf. Saya bacakan di ayat 2 itu, sehat jasmani dan rohani, kondisi terperiksa tidak dalam keadaan tertekan. Jika salah satu syarat yang ada di Perkapolri, kemudian tidak terpenuhi untuk kemudian dilaksanakan test poligraf, seperti apa dipandangnya?" tanya pengacara Kuat.

"Ketika pemeriksaan melanggar ketentuan prosedural ya yang dilakukan secara internal di kepolisian, berarti kan melanggar prosedur prinsip di dalam hukum acara pidana, itu kan tidak boleh ada satu proses tanpa prosedur, memeriksa itu proses," kata Arif.

"Nah karena itu prosedurnya harus diikuti, kalau itu prosedurnya untuk melakukan proses itu, sebelumnya harus dipastikan terlebih dahulu yang diperiksa sehat, maka itu harus dilewati dulu dan seterusnya. Dengan demikian maka ketika proses dilakukan tanpa prosedur, berarti itu adalah sesuatu yang tidak sah, karena itu proses itu harus dilalui dengan prosedur sesuai dengan prinsip tadi tidak boleh ada proses tanpa prosedur," imbuhnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Hasil Lie Detector Kuat Ma'ruf

Ahli poligraf Aji Febrianto Ar-Rosyid pernah mengungkapkan hasil tes kebohongan terhadap Kuat Ma'ruf yang dilakukan saat penyidikan pembunuhan Yosua. Aji mengatakan Kuat terindikasi berbohong untuk salah satu pertanyaan dan terindikasi jujur untuk pertanyaan lain.

"(Hasil Kuat) jujur dan terindikasi berbohong," ujar Aji saat menjadi saksi ahli dalam sidang pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat dengan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf di PN Jaksel, Rabu (14/12).

Sebagai informasi, Aji merupakan pemeriksa tes poligraf yang memeriksa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat saat proses penyidikan. Dia menyatakan tes poligraf yang dilakukan terhadap lima orang itu memiliki akurasi 93 persen.

Dua hasil ini didapat dari dua pertanyaan berbeda. Pertanyaan pertama itu terkait persetubuhan istri Sambo, Putri, dengan ajudan Sambo, Brigadir Yosua.

"(Pertanyaan pertama) Saudara Kuat, pertanyaannya adalah 'Apakah kamu memergoki persetubuhan Ibu Putri dengan Yosua. (Hasilnya) jujur," ungkap Aji.

"Dia tidak memergoki? Tidak melihat, ya?" tanya jaksa.

"Iya," jawab Aji.

Aji juga menjelaskan pertanyaan kedua yang diajukan kepada Kuat saat uji kebohongan di tahap penyidikan. Hasilnya, kata Adi, Kuat terindikasi berbohong.

"Untuk indikasi kedua Kuat pada saat pemeriksaan tanggal 9 September 'Apakah kamu melihat Ferdy Sambo menembak Yosua, jawabannya saudara Kuat 'tidak', hasilnya berbohong," ujar Aji.

Halaman 2 dari 2
(whn/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads