Ketua Banggar DPR Minta Rencana Subsidi Kendaraan Listrik Ditinjau Ulang

Mega Putra Ratya - detikNews
Senin, 19 Des 2022 09:52 WIB
Foto: dok. Istimewa
Jakarta -

Pemerintah berencana untuk memberikan subsidi ke kendaraan listrik. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah meminta rencana itu dipertimbangkan. Said punya tujuh alasan.

"Sesungguhnya telah banyak insentif yang diberikan pemerintah kepada industri kendaraan listrik. Oleh sebab itu rencana untuk memberikan subsidi mobil dan motor listrik hendaknya dipertimbangkan dengan matang dan seksama, agar akselerasi kita menuju transportasi rendah emisi, agenda mengurangi impor minyak bumi, usaha menyehatkan APBN dan kebijakan berkelanjutan mengurangi tingkat kemiskinan dapat berjalan seimbang," kata Said dalam kesimpulan penjelasannya, Senin (19/12/2022).

Said mengatakan, rencana subsidi yang sedemikian besar untuk mobil dan motor listrik sangat tidak sebanding dengan alokasi program perlindungan sosial yang diterima oleh setiap rumah tangga miskin. Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian ini mempertanyakan kepatutan program ini di tengah kondisi ekonomi global dan dalam negeri yang sulit.

"Apakah patut ditengah situasi kita akan menghadapi ekonomi global yang sulit, yang efeknya tentu akan berdampak pada ekonomi domestik lantas kita memikirkan subsidi untuk rumah tangga mampu?" kata Said.

Ada sejumlah hal yang mendasari pernyataan Said. Begini penjelasan lengkapnya:

Transportasi telah menjadi bagian penting dari kehidupan rakyat sehari hari. Berkat transportasi kita bisa menghasilkan barang dan jasa untuk menggerakkan rantai ekonomi. Karena begitu sentralnya peran transportasi pada kehidupan modern kita saat ini, bahkan kedepan, maka kebijakan sektor transportasi juga harus tepat.

Harus kita akui, kita tengah berada pada ekosistem kebijakan energi dan transportasi yang tidak saling menopang (mismatch), padahal keduanya terikat pada suplai dan permintaan. Dari sisi suplai energi nasional, terpenuhi dari batubara (67%), BBM (15%), Gas (8%), LPG, Biomassa, dll (5%) dan listrik non batubara (5%). Pada sisi permintaan atas energi, sektor transportasi mengonsumsi sebanyak 41%, Industri 39%, Rumah tangga 15%, sektor bisnis 4%.

Sektor transportasi yang mengonsumsi energi nasional terbesar justru ditopang dari Bahan Bakar Minyak (BBM), padahal kontribusi BBM jauh lebih rendah dibandingkan dengan suplai dari sisi batubara yang menjadi kekuatan besar energi nasional. Seharusnya batubaralah yang menopang kebutuhan konsumsi energi untuk transportasi dan industri, yang artinya kita terlambat bertransformasi ketika pada tahun 1997 beralih posisi dari negara pengekspor menjadi pengimpor minyak bumi.

Kian tumbuhnya sektor transportasi dan industri, namun tidak diimbangi dengan moda konsumsinya yang seharusnya bertumpu pada listrik, sebab kita memiliki kekayaan batubara, sehingga tren peningkatan impor BBM sejak awal bisa kita antisipasi. Pada sisi suplai, ekosistem listrik nasional juga tidak berkembang baik. Situasi ini menjebak kita puluhan tahun, sektor transportasi dan industri kian "minum" makin banyak dari BBM, sehinggat defisit BBM kian melebar.

Rencana pemerintah untuk percepatan peralihan kebijakan transportasi berbasis listrik patut kita apresiasi. Sebab langkah ini akan mengoreksi besar besaran ketergantungan kita terhadap BBM. APBN kita juga memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan harga minyak dunia. Atas rencana ini, sebagai mitra kerja pemerintah pada bidang anggaran, maka saya berkewajiban memberikan beberapa pertimbangan strategis;

1. Pemerintah melalui Perpres No 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Untuk Transportasi Jalan arahnya untuk mendorong terciptanya ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), khususnya motor dan mobil. Ekosistem ini menyangkut lingkungan strategis untuk menopang tumbuhnya inovasi produk, kesiapan teknologi dan bahan baku, investasi, infrastruktur pendukung seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang ultra fastcharging dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Kesemua perangkat strategis ini harus tumbuh bersama secara pararel.

2. Dalam rangka menumbuhkan ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai diatas, Pemerintah melalui Perpres No 55 tahun 2019 juga memberikan nilai tambah terhadap bangkitan industri dalam negeri. Oleh sebab itu, aspek seperti Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) juga diatur secara bertahap, dimana komponen TKDN besarannya diharapkan meningkat dari target waktu yang ditentukan, dimana TKDN untuk roda dua pada tahun 2026 minumum 80 persen dan 2030 untuk roda empat minimun 80 persen. Kita berharap target ini bisa konsisten dipenuhi.

3. Pemerintah juga mengedepankan pelaku pelaku industri dalam negeri sebagai pelaku pelaku penting bagi terciptanya ekosistem KBLBB, meskipun sejumlah teknologi penting masih dikuasai oleh pelaku pelaku industri luar negeri. Namun pemerintah harus memberikan dukungan insentif terhadap penamaman modal dalam negeri untuk industri kendaraan listrik. Jika skemanya investasi asing, maka perlu melibatkan rantai pasok produksi oleh mitra mitra nasional lebih banyak, baik BUMN maupun swasta domestik.

4. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan insentif perpajakan untuk KBLBB melalui berbagai kebijakan, antara lain; tax holiday 20 tahun, super dedaction hingga 300 persen atas biaya penelitian dan pengembangan pembangkit tenaga listrik, baterai, dan alat kelistrikan, pembebasan PPN atas bahan baku pembuatan baterai, pembebasan PPN atas impor barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industry KBLBB, perbedaan tarif PPnBM untuk KBLBB sebesar 0 persen sedangkan yang BBM berkisar 15-70 persen, bea masuk impor mobil incompletely knocked down maupun completely knocked down sebesar 0 persen, pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor hingga 90 persen. Jika di total keseluruhan insentif perpajakan ini mencapai 32 persen dari harga jual mobil listrik dan 18 persen dari motor listrik. Dukungan insentif perpajakan ini angin segar bagi industri KBLBB, dan patut kita apresiasi

5. Terbaru, pada tanggal 22 September 2022 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 7 tahun 2022 tentang penggunaan kendaraan berbasis motor listrik (KBLBB) sebagai kendaraan operasional atau dinas pemerintah pusat dan daerah. Inpres ini tentu saja akan mendorong permintaan terhadap KBLBB, dan angin segar bagi industri kendaraan listrik.


6. Selain itu, Kementerian Perindustrian berencana memberikan subsidi kendaraan listrik (mobil dan motor) listrik. Sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Perindustrian, pemerintah akan memberikan subsidi mobil listrik sebesar Rp. 80 juta dan mobil berbasis hybrid sebesar Rp. 40 juta, serta motor listrik baru Rp. 8 juta. Jika subsidi ini akan di realisasikan dalam bentuk uang tunai untuk pembelian mobil dan motor listrik, dan jika direalisasikan pada tahun depan (2023), maka kami tegaskan tidak ada alokasi APBN 2023 untuk dukungan kebijakan tersebut. Oleh sebab itu kebijakan ini harus dikaji kembali oleh pemerintah. Terlebih pada tahun 2023 kita harus bersiap menghadapi situasi ekonomi global yang tidak menentu. karena itu kita membutuhkan ketangguhan fiskal pada APBN.

7. Rencana subsidi yang sedemikian besar untuk mobil dan motor listrik sangat tidak sebanding dengan alokasi program perlindungan sosial yang diterima oleh setiap rumah tangga miskin. Apakah patut ditengah situasi kita akan menghadapi ekonomi global yang sulit, yang efeknya tentu akan berdampak pada ekonomi domestik lantas kita memikirkan subsidi untuk rumah tangga mampu? Apalagi masih lebih dari separuh jumlah rakyat kita yang belum memenuhi standar makanan bergizi, dan prevalensi stunting balita kita masih tinggi, tentu hal ini keluar dari batas kepatutan. Mandat utama konstitusi dan bernegara kita adalah mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Hal inilah yang harus jadi kacamata utama kita dalam merumuskan kebijakan prioritas.

Sesungguhnya telah banyak insentif yang diberikan pemerintah kepada industri kendaraan listrik. Oleh sebab itu rencana untuk memberikan subsidi mobil dan motor listrik hendaknya dipertimbangkan dengan matang dan seksama, agar akselerasi kita menuju transportasi rendah emisi, agenda mengurangi impor minyak bumi, usaha menyehatkan APBN dan kebijakan berkelanjutan mengurangi tingkat kemiskinan dapat berjalan seimbang.

Simak Video 'Alasan Pemerintah Berani Subsidi Mobil Listrik Sampai Rp 80 Juta':






(mpr/ega)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork