Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menentang pasal-pasal yang mengekang kebebasan berpendapat di KUHP versi baru. Perlu ada langkah hukum untuk mencabut pasal karet yang berpotensi antidemokrasi dalam KUHP tersebut.
"RKUHP disahkan, KAMMI: Cabut pasal karet," demikian judul keterangan tertulis KAMMI, Rabu (7/12/2022).
Mereka menyoroti pasal-pasal sebagai berikut:
- Pasal 218: Mengatur soal penyerangan kehormatan harkat-martabat presiden-wakil presiden dipidana maksimal 3 tahun, kecuali untuk kepentingan umum atau bela diri.
- Pasal 219: Soal gambar yang menyerang presiden-wapres dipidana maksimal 4 tahun.
- Pasal 347: Soal paksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan ke pejabat yang bisa berakibat penjara paling lama 4 tahun.
- Pasal 348: Soal melawan pejabat dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipenjara paling lama 2 tahun.
- Pasal 240: Soal menghina pemerintah atau lembaga negara dipenjara paling lama setahun, tiga tahun bila bikin rusuh, bersifat delik aduan.
- 241: Soal gambar menghina pemerintah atau lembaga negara, ada pidana paling lama 3 tahun, 4 tahun bila bikin rusuh, bersifat delik aduan.
Pasal-pasal di atas dinilai KAMMI memeprsempit ruang kebebasan berpendapat di muka umum dalam hidup berdemokrasi. Di sisi lain, kedudukan warga negara menjadi lebih lemah di hadapan pejabat.
"Karena baik Presiden maupun Lembaga Negara bertindak atas nama jabatan, bukan individu. Artinya, ada kedudukan yang tidak setara antara Presiden serta Lembaga Negara dengan Warga Negara, apalagi yang akan menafsirkan telah terjadi tindak pidana adalah polisi yang merupakan bawahan jabatan Presiden," kata Ketua Umum PP KAMMI, Zaky Ahmad Rivai.
Bila pasal-pasal itu tetap dipertahankan tanpa langkah hukum untuk mencabutnya, kebebasan berbicara bisa terancam. Lembaga pemasyarakatan yang saat ini sudah overkapasitas bisa menjadi semakin sesak.
"Salah kaprah jika pasal penghinaan itu dilekatkan pada pengampu kebijakan karena dapat mengakibatkan overkriminalisasi yang berujung pemenjaraan dan berbuah overcrowded (penuh sesak)". Padahal pidana merupakan ultimum remedium yaitu upaya terakhir penegakan hukum," kata Ketua Bidang Polhukam PP KAMMI, Rizky Agus Saputra.
KAMMI meminta DPR meninjau kembali dan mencabut pasal karet yang terdapat dalam KUHP baru. Kebebasan menyampaikan pendapat perlu dijamin. Soalnya, Indonesia adalah negara demokrasi. Pemerintah juga tidak perlu marah bila dikritik.
"Demokrasi merupakan pilihan bersama, oleh karenanya, negara harus siap diawasi, dikritik bahkan dijatuhkan legitimasinya karena mereka dipilih langsung oleh rakyat," pungkas Ketua Bidang Kebijakan Publik KAMMI, Amar Multazam.
Simak Video 'KUHP Baru Disahkan, Melepas Nuansa VOC':