Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md membuka babak baru pengusutan kasus pemerkosaan di lingkungan pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM). Dari rapat di kantornya, kasus yang sudah tutup buku itu dibuka lagi.
Senin (21/11), Mahfud memimpin rapat di kantornya, dihadiri oleh Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Kejaksaan Agung, dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Mereka rapat mengoreksi penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diterbitkan oleh Polresta Bogor pada 18 Maret 2020.
"Semua sepakat, tak perlu praperadilan, cukup dengan gelar perkara khusus: SP3 dicabut, perkara dilanjutkan," kata Mahfud lewat cuitan akun Twitternya.
Mahfud menjelaskan kasus pemerkosaan seperti itu tidak bisa ditangani dengan paradigma restorative justice. Bila masalah seperti ini ditangani pakai restorative justice, kata Mahfud, negara bisa kacau.
Sebagaimana diberitakan, kasus itu disetop penyidikannya dan laporan atas kasus itu dicabut pihak korban. Mahfud menyatakan kasus pidana tidak bisa disetop proses hukumnya hanya gara-gara pihak korban mencabut laporan. Kasus pidana bisa dihentikan bila yang dicabut adalah 'aduan', bukan 'laporan'.
"Kita koreksi Polresta Bogor. Masa memperkosa ramai-ramai perkaranya dihentikan dengan SP3? Apalagi hanya dengan nikah pura-pura. Rapat uji perkara khusus di Polhukam 21 November memutuskan kasus ini harus diteruskan, tak bisa ditutup dengan alasan yang dicari-cari dan tak sesuai hukum," kata Mahfud.
Rekomendasi Tim Pencari Fakta
Tim Pencari Fakta Independen kasus pelecehan seksual di lingkungan Kemenkop UKM ini menyatakan sinkron dengan Mahfud Md. Tim Pencari Fakta Independen juga merekomendasikan hukuman yang lebih berat untuk para terduga pelaku pemerkosaan.
Diberitakan sebelumnya, ada dua pegawai Kemenkop UKM berstatus PNS yang diduga terlibat dalam kasus ini. Dua PNS itu sudah dijatuhi hukuman penurunan jabatan satu tahun. Namun hal itu dinilai Tim Pencari Fakta Independen belum cukup. Mereka perlu dipecat. Ada lagi satu orang yang diduga terlibat agar diberi sanksi penurunan masa jabatan.
![]() |
"Salah satu rekomendasi kita adalah sanksinya harus dievaluasi, terutama bagi ASN sebagai terduga pelaku masih bekerja di lembaga ini. Kita rekomendasikan agar diperberat hukumannya dari semula penjatuhan satu tahun penurunan jabatan menjadi dipecat," kata Ketua Tim Independen, Ratna Batara Munti, dalam keterangan yang dia berikan di kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Selasa (22/11).
Tim Independen juga merekomendasikan pembubaran Majelis Kode Etik yang dibentuk pada 2020 karena Majelis Kode Etik itu dinilai melakukan pelanggaran yang berdampak pada tidak beresnya proses kasus hukum perkara ini. Tim Independen juga menuntut pembatalan rekomendasi beasiswa kepada pelaku.
Menkop UKM menerima rekomendasi
Menkop UKM Teten Masduki menyetujui dan menegaskan agar seluruh rekomendasi yang disampaikan tim independen segera dilaksanakan dengan optimal agar kasus tersebut bisa segera tuntas, berkeadilan bagi korban dan tidak terulang di kemudian hari. Menkop UKM pun turut mengapresiasi kerja keras dari seluruh tim independen yang dibentuknya.
"Dalam kesempatan ini, saya menerima secara utuh seluruh rekomendasi yang disampaikan, dan sekaligus mengucapkan terima kasih kepada Tim Independen yang telah bekerja secara cepat dan selesai sebelum target waktu yang ditentukan," kata Teten Masduki saat menerima Tim Independen di kantornya, sebagaimana keterangan pers yang diterima detikcom, Selasa (22/11).
![]() |
Sekilas soal kasus ini
Kasus dugaan pemerkosaan di lingkungan pegawai Kemenkop UKM ini terjadi pada 6 Desember 2019. Ada empat orang pegawai, dua di antaranya ASN atau PNS yang diduga terlibat tindak pelecehan seksual terhadap korban berinisial ND, yang merupakan pegawai honorer.
Pihak korban melaporkan kasus ini ke Polresta Bogor dengan dugaan perbuatan Pasal 286 KUHP. Singkat cerita, mediasi terjadi dan justru pada 13 Maret 2020, korban dan pelaku inisial ZP malah dinikahkan.
Polisi menyetop kasus itu lewat penerbitan surat perintah penghentian penyidikan Nomor : S.PPP/813.b/III/RES.1.24/2020 tertanggal 18 Maret 2020.
Adapun pada Februari 2020, kedua PNS terduga pelaku menerima hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan satu tahun. Dua pegawai lainnya dijatuhi sanksi non-job.
Kini babak baru dibuka. Bakal bagaimanakah proses hukum kasus ini?
Simak video 'LPSK Duga Ada Obstruction of Justice di Kasus Pemerkosaan Pegawai Kemenkop':