Beda Polisi dan Komnas HAM Soal Suporter Masuk Lapangan di Tragedi Kanjuruhan

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 08 Okt 2022 19:30 WIB
Suporter masuk lapangan dan memeluk pemain di Stadion Kanjuruhan. (Dok. Istimewa/Tangkapan Layar)
Jakarta -

1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah pertandingan Arema FC versus Persebaya berakhir dengan kemenangan untuk tim tamu, ada Aremania yang masuk ke lapangan. Peristiwa ini terjadi sebelum Tragedi Kanjuruhan. Ada perbedaan pandangan polisi dengan Komnas HAM soal intensi suporter masuk ke lapangan.

Polisi menilai massa suporter masuk ke lapangan untuk menyerang pemain. Massa juga melakukan perusakan. Rusuh pokoknya, atau 'anarkis' dalam istilah populernya.

"Sudah anarkis dengan melakukan penyerangan terhadap pemain dan ofisial yang dievakuasi petugas pengamanan. Perusakan dan pembakaran," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Sabtu (8/9/2022).

Massa rusuh terutama terjadi di luar stadion, namun juga ada yang di dalam stadion. Mobil terguling di dalam stadion adalah bukti adanya kerusuhan di dalam stadion. Dedi menyimpulkan hal itu berdasarkan pemeriksaan 34 CCTV yang berada di lokasi kejadian. Jumlah itu terdiri atas 32 kamera di dalam dan sekitar stadion dan 2 kamera di luar stadion. Karena massa rusuh, gas air mata dan asap putih ditembakkan.

Sebelumnya, Kapolda Jawa Timur Nico Afinta menyatakan, dari sekitar 40 ribu penonton, ada 3.000 di antaranya yang turun ke lapangan dan berbuat anarkis. Suporter yang turun ke lapangan ini merasa kecewa setelah Arema dikalahkan Persebaya.

"Kami juga ingin menyampaikan bahwa dari 40 ribu penonton yang hadir kurang lebih, tidak semuanya anarkis, tidak semuanya kecewa. Hanya sebagian, yaitu sekitar 3.000 yang masuk turun ke tengah lapangan. Sedangkan yang lainnya tetap di atas (tribun)," kata Nico saat jumpa pers di Mapolres Malang, Minggu (2/10).

Lain polisi, lain pula Komnas HAM. Sebelumnya, komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan suporter Arema yang masuk ke lapangan seketika setelah pertandingan berakhir adalah suporter yang hendak memberi semangat kepada pemain pujaannya.

"Yang kita telusuri, ke tengah lapangan terus dikatakan bahwa itu mau menyerang pemain. Kami telusuri itu. Jadi kami dengan beberapa Aremania, termasuk juga meng-cross-check informasinya dengan para pemain. Jadi mereka merangsek itu memang mau memberikan semangat, berkomunikasi dengan pemain," kata Anam dari Komnas HAM dalam video lembaganya, Rabu (5/10).

Anam menekankan keterangannya ini berdasarkan hasil cek silang atau cross-check terhadap pemain Arema FC maupun Aremania. Anam pun menyampaikan gambaran keterangan kedua belah pihak.

"Kami cross-check ke para suporternya, bilangnya ya 'Kami kan mau kasih semangat walaupun mereka kalah. Ini satu jiwa. Ayo, Arema, jangan menyerah'. Ketika kami cross-check kalimat-kalimat itu, juga berdialog dengan teman-teman pemain, terutama pemain yang terakhir meninggalkan lapangan, itu juga disampaikan," ungkap Anam.

Jadi mana yang benar? Yang jelas, setidaknya 131 orang tewas dalam tragedi paling memilukan sepanjang sejarah sepakbola Indonesia ini. Tragedi terjadi setelah gas air mata ditembakkan, terutama ke arah tribun, kemudian para penonton di tribun kocar-kacir mencari jalan selamat. Miris, kebanyakan mereka malah tewas, apalagi tidak semua pintu keluar stadion terbuka.




(dnu/idh)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork