Selain itu, Alex menjelaskan soal prinsip peraturan perundang-undangan. Dia menyebut, selain berpatokan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), KPK memiliki undang-undang sendiri dalam pemanggilan saksi.
"Secara peraturan perundang-undangan, selain KUHAP, KPK juga kan punya UU sendiri ya. Yang juga ada apa, hukum acara yang tidak mengikuti KUHAP, termasuk mungkin pemanggilan saksi," tegas Alex.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun terkait pemeriksaan Agus Supriatna, tambah Alex, KPK bahkan bersedia mengikuti prosedur mekanisme di lingkup TNI AU. Dia mengaku tak mempermasalahkan selama Agus Supriatna bersedia memberikan keterangan.
"Yang bersangkutan menginginkan agar pemanggilan menggunakan aturan-aturan di TNI, tentu kami akan lakukan. Tidak ada persoalan mengikuti dengan tembusan ke pihak TNI-nya atau Puspom-nya itu tidak ada persoalan. Ini hanya masalah administrasi, tetapi kembali lagi yang jauh lebih penting adalah substansinya, kesediaan yang bersangkutan untuk memberikan keterangan," tuturnya.
Dalam perkara ini, Agus Supriatna diminta jadi saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 yang tengah diusut KPK. Sejatinya, KPK memanggil Agus pertama kali pada Kamis 8 September 2022.
Namun saat itu Agus tidak memenuhi panggilan KPK sehingga pemanggilan atas dirinya dijadwalkan pada Kamis (15/9).
Duduk Perkara Korupsi Pengadaan Helikopter Angkut AW-101
Perkara ini bermula sat TNI AU berniat membeli sebuah helikopter AW-101 di tahun 2015. Ketika itu, penawaran sudah terjalin antara tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) selaku pihak dari PT Diratama Jaya Mandiri dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Fachry Adamy.
Namun saat itu Presiden Joko Widodo memutuskan penundaan terhadap pengadaan itu lantaran alasan perekonomian negara. Penawaran dilanjutkan pada 2016.
KPK menduga terjadi kerugian negara lantaran harga yang ditawarkan Irfan Kurnia Saleh di atas harga pasar. KPK menetapkan Irfan sebagai tersangka lantaran diduga merugikan negara hingga Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738 miliar.
Irfan ditahan KPK pada 24 Mei 2022. Dia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.